Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

1445 H (12) Membenarkan yang Salah, Membaikkan yang Buruk

22 Maret 2024   01:09 Diperbarui: 22 Maret 2024   04:32 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Atas kondisi itu, A pun dengan bijak memindahkan anak keduanya ke SMP lain. Agar di meja makan,  kerjanya kembali mengeluhkan sekolah dan gurunya, tetapi tanpa disadari terbentuk mental dan karakter yang benar dan baik. Menjadi anak tahu menghargai, disiplin, tanggung jawab, peduli, punya empati, tahu diri, berbudi, dan rendah hati.

Menurut A, saat itu, bila mau marah ke SMP bisa saja. Tapi pastinya, akan menguras waktu dan tenaga. Kebetulan yang bermasalah, tempat saya menyekolahkan anak, adalah SMPnya. Bagi orangtua lain, tentu punya pengalaman yang berbeda, bila mengikuti dengan benar perkembangan pendidikan anaknya. Sampai tahu, yang bermasalah itu anaknya? Atau sekolah dan gurunya.

Hingga kini tawuran pelajar/masyarakat masih membudaya. Lalu, bagaimana attitude anak-anak yang masih sekolah dan sudah lulus di kehidupan nyata? Bagaimana dengan yang tidak sekolah. Bagaimana masalah-masalah pendidikan yang lain? 

Bila kisah ini saya tulis lengkap sampai solusinya, bentuknya=buku. He he... .

Lemah integritas dan iman?

Mengapa para pemimpin negeri ini, para elite, para orang-orang partai tidak memiliki iman yang kuat? Tidak patut menjadi teladan rakyat karena hanya memikirkan kepentingan dan keuntungan dirinya, keluarganya, kelompoknya, partainya, oligarkinya, cukongnya?

Lihatlah, di dunia pendidikan saja, ada sekolah dan guru yang sudah menggadaikan integritas dan iman.  Membiarkan anak-anak tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak berkaraktar, tidak sopan, tidak santun, etika dan moralnya buruk, karena sekolah dan gurunya, takut dibenci anak. Makanya, mencari muka agar tetap dianggap sebagai sekolah dan guru yang baik, dengan membiarkan anak-anak melakukan tindakan dan perbuatan salah.

Yah, zaman itu, mungkin zaman sekarang masih, label guru yang baik itu bagi anak-anak, ya seperti guru-guru di sekolah Adik, itu. Guru yang disiplin malah disebut guru jahat. Orangtuanya pun ikut membenci gurunya karena anaknya diperlakukan ketat. Tapi dianggap diperlakukan tidak baik.

Kira-kira ada berapa sekolah di Indonesia yang guru-gurunya dilabel baik oleh anak-anak, seperti SMP "itu. Lalu, ada berapa sekolah yang gurunya dianggap tidak baik seperti "SD dan SMA" itu?

Sudah berapa kali Kurikulum Pendidikan berganti nama? Adakah dunia pendidikan kita bertambah benar dan baik. Menghasilkan manusia-manusia yang berintegritas dan kuat iman?

Adakah yang buruk dianggap baik. Yang salah dianggap benar, berubah sampai sekarang? Jawabnya, tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun