Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kaya Hati dan Pikiran, Tercermin dalam Kecerdasan IQ-SQ-EQ

5 Oktober 2022   01:12 Diperbarui: 5 Oktober 2022   07:32 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Terkait IQ ini, kini seiring dengan apa yang setiap tahun, World Population Review (WPR) lakukan, yaitu merilis data tingkat IQ ratusan negara di dunia.

Bagi media massa, persoalan IQ ini juga menjadi perhatian prioritas, terutama bagi media mainstream di Indonesia, sebab, di Asia Tenggara saja, kecerdasan Indonesia masih tercecer, meski negeri ini sudah merdeka 77 tahun, tetapi tetap terasa dalam penjajahan.

Mengapa menyoal hal ini, bagi pemerintah dan stakeholder terkait di Indonesia seperti dianggap angin lalu selama puluhan tahun? Sementara bagi negara lain sangat diperhatikan dan diprioritaskan?

Sebab pendidikan Indonesia yang terus berkubang masalah, nilai rata-rata IQ Indonesia cukup rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Pasalnya, nilai IQ erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang membuahkan kecerdasan masyarakat. Sistem pendidikan yang kuat cenderung menghasilkan populasi yang lebih cerdas dari waktu ke waktu.

Selain World Population peringkat pendidikan juga diukur dengan skor PISA,  sebagai dasar perbandingan kecerdasan penduduk. Skor PISA Indonesia juga selalu memprihatinkan. Bahkan tidak mencapai skor rata-rata negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Indonesia malah masih terus berjuang untuk menjadi anggota OECD. Namun, sejak hubungan kerja sama Indonesia dengan OECD terus berjalan sejak tahun 2007, saat OECD menetapkan Indonesia sebagai salah satu mitra strategis, bersama dengan Brasil, Tiongkok, India, dan Afrika Selatan.

Mengapa IQ Indonesia terus terpuruk?

Jawabnya, sistem pendidikan di Indonesia masih menerapan kurikulum hafalan. Padahal IQ dipengaruhi banyak faktor termasuk genetika, asupan gizi, dan lain-lain. Karenanya, Kurikulum Pendidikan yang mengedepankan kemampuan memecahkan masalah dapat meningkatkan IQ.

Selama ini kurikulum pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan sistem hafalan daripada mengasah kemampuan pemecahan masalah.

Atas kondisi ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud ristek) terlihat tengah mengatasi masalah tersebut melalui penerapan kurikulum problem-based.
Salah satu upaya tersebut adanya penghapusan tes mata pelajaran pada Seleksi Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang diganti dengan tes skolastik. Termasuk sudah gulirkannya Kurikulum Merdeka.

Semoga program-program tersebut dapat mengentaskan masalah rendahnya IQ. Walau pun persoalan guru sebagai ujung tombak pendidikan, masih sangat bermasalah, karena berkutat pada persoalan kelayakan, kompetensi, dan sertifikasi,

Setali tiga uang, selama ini, dunia pendidikan kita juga banyak direcoki oleh  kepentingan-kepentingan. Ada kepentingan pribadi, kelompok, serta program transformasi pendidikan banyak diganjal, dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun