Ini lho, masalah pembelajaran online bagi orang tua. Apa sikap Mas Nadiem?
Setelah Kemendikbud memastikan tahun ajaran baru SMP dan SMA/SMK di mulai pada 13 Juli 2020 dan bertahap untuk jenjang SD serta bulan Agustus untuk perguruan tinggi, dengan berbagai peraturan turunannya, kini giliran orangtua siswa menjadi pusing dibuatnya.
Baik di media sosial maupun kolom komentar di media massa, orang tua berbondong.mengeluhkan persoalan belajar sistem daring atau online.
Bahkan berbagai pihak baik para akademisi, praktisi, hingga pengamat pendidikan pun telah urun "rembug" menyoal kendala dan hasil evaluasi sistem belajar daring/online yang belum cocok untuk Indonesia karena berbagai indikator masalah.
Namun, bila disimak lebih dalam dan tajam, sistem belajar daring ini sangat berdampak pada orang tua siswa.
Karenanya, sederet keluhan yang dirasakan orang tua saat anaknya belajar di rumah menjadi perbincangan yang tak akan habis.
Di antara perbincangan menyoal keluhan itu adalah masalah peralatan. Apa pasalnya? 'Sekolah online' berarti butuh gadget yang menunjang, kuota, hingga sinyal yang baik. Dan, ternyata selama ini, hal itu menjadi kendala utama.
Banyak orang tua yang berkomentar hampir sama, semisal: saat belajar online yang paling mengganggu adalah soal sinyal. Terkadang saat sedang belajar, sinyal hilang, jadi belajar pun terputus dengan guru.
Lebih dari itu, orang tua juga banyak bersuara menyoal pengeluaran bulanan juga bertambah. Dalam sebulan, ada orang tua yang bisa menghabiskan Rp 400 ribu untuk kuota internet belajar di rumah. Terlebih, di rumah belum bisa masang wifi karena jaringannya belum ada.
Sehingga, anak belajar harus pakai kuota. Dan bisa dihitung, harus berapa kali ngisi paket/kuota untuk anak belajar di rumah?
Di sisi lain, di samping sangat boros kuaota dan bikin pengeluaran membengkak, banyak orang tua dan anak yang belum terampil dalam menggunakan berbagai aplikasi di HP.