Semakin hari, kita dapat melihat banyak orang-orang semakin jauh dari identitas diri sendiri dan tidak lagi menjadi diri sendiri, dari rakyat biasa, elite partai politik, hingga pemimpin negeri ini.Â
Sebenarnya aku, kamu, dia, kita, mereka, itu siapa? Sebab semakin hari, semakin dapat diidentifikasi keberadaannya, apakah sebagai diri sendiri atau orang lain (baca: robot).Â
Secara fakta, bila kita melihat sikap dan perbuatan para elite partai politik yang duduk di parlemen maupun di kursi pemimpin bangsa akan sangat jelas, bahwa mereka kini lebih dominan tidak menjadi diri sendiri.Â
Mereka menjadi seperti robot yang diperbudak oleh partai-partai yang mengusung mereka karena harus berperan bukan sebagai diri sendiri. Bila robot biasanya digerakkan oleh remote control dan melakukan segala perintah tanpa ada nilai perasaan, maka setali tiga uang, para elite partai di parlemen dan kursi pemerintahan pun sama.Â
Bertindak lebih banyak karena perintah partai yang jauh dari sikap kemanusiaan, perasaan, etika, dan budi pekerti. Jauh dari karakter bangsa yang dicitakan.Â
Lalu, sudah bukan rahasia lagi, apa dan bagaimana skenario partai-partai politik di Indonesia dalam upaya memenangkan diri? Tentu kehidupan tak nyata yang didukung oleh taktik, intrik, dan politik.Â
Itulah drama kehidupan yang kini terus menggelora di Republik ini, hingga tak henti ada pertanyaan.Â
Benarkah ide pindah ibu kota RI yang tak ada modal, kebijakan naik iuran tarif ini  tarif itu yang bikin rakyat sengsara, bagi-bagi kue kursi di parlemen, bagi-bagi kursi di pemerintahan dan BUMN untuk kesejahteraan kelompok, golongan, dan partainya, berbagai kebijakan yang tak memihak rakyat, penghapusan ini dan itu, adanya perubahan RUU KPK, segala keinginan mengganti ini dan itu, dan lain sebagainya benar-benar ide Jokowi?Â
Bisa jadi di dalamnya ada ambisi pribadi, namun bisa jadi, sejatinya itu adalah skenario partai yang mengusungnya?Â
Atas situasi dan kondisi ini, maka tak pelak, banyak rakyat berpikir, Presiden kita sedang tidak menjadi diri sendiri, meski secara pribadi, rakyat memilih Jokowi tentu atas nama pribadi, bukan partai.Â
Begitupun dengan para pribadi elite partai politik yang dapat berkah dipilih dan dibagi kursi baik di parlemen maupun pemerintahan, mereka tak beda dengan pemimpin bangsa ini, hanya menjadi robot partai yang mengusungnya, bukan menjadi pelayan rakyat yang bijak dan penuh perasaan kasih sayang.Â