Mohon tunggu...
Siwi W. Hadiprajitno
Siwi W. Hadiprajitno Mohon Tunggu... Freelancer - Pewarta Penjaga Heritage Nusantara.

Energy can neither be created nor destroyed; rather, it can only be transformed or transferred from one form to another.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kobaran Api

18 Februari 2020   13:49 Diperbarui: 18 Februari 2020   13:47 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kobaran api

Kobaran api, bisa jadi adalah perlambang pembersihan jiwa. Entah dimana aku baca kalimat itu. Begitu melekat dalam ingatan, hingga sebuah kejadian mengizinkanku merasakan sensasinya.


Kami berkumpul di teras rumah. Semua. Mungkin bersepuluh atau berdua belas. Sahabat-sahabat kami penduduk asli Tanah Tradisi juga. Mereka mengenakan pakaian sehari-hari tradisi mereka yang bersahaja. Kemeja kain katun berpewarna alam jahit tangan. Semacam sarung tenun pendek selutut, menjadi 'celana' bagi mereka. Ikat kepala pun berbahan kain katun tanpa bahan sintetis. Semuanya menggunakan bahan alam.

Ada David. Ada Christian. 

Semua mengerumuni Mia, Si Gadis Tomboy, yang sudah lama sekali nggak singgah ke rumah keluarga kami. Mia, duduk bersila, mengulurkan tangan kirinya. Telapak tangan kiri Mia dibentangkannya lebar-lebar. Semua orang, kuulangi lagi, semua orang tanpa kecuali memandang ke arah telapak tangan kiri Mia, termasuk aku. Al nggak ada. Raras juga nggak ada. Mereka berdua sedang ada acara di luar kota.

Mereka semua yang di teras rumah bilang, mereka bisa melihat 'sesuatu' di telapak tangan kiri Mia. Mereka bilang, mereka seperti melihat tayangan video. Semua! Kecuali aku. 

Duh, sedihnya menjadi aku yang berbeda dari mereka. 

Meski begitu, kupaksa juga mataku kuarahkan ke telapak kiri Mia. 

Sedetik.
Dua detik.
Lima detik. 

Tak ada apa-apa.

Maka aku pun segera mengalihkan pandangku. Diam. Selintas aku melihat wajah-wajah mereka mengekspresikan kengerian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun