Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah Biru yang Terluka ( 61 )

25 Februari 2015   23:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:30 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_370504" align="aligncenter" width="668" caption="Sumber Gambar: stephnov.blogspot.com"][/caption]

Bagian ke Enam Puluh Satu :   ISTANA   AIR   PARAPAT

Warsih mengangkat tangannya, dia menoleh kekiri dan kanan, seperti curiga, memperhatikan sekeliling dengan waspada.
Kulihat panglima Wulung menyusul mendekati kita.

“Sepertinya terlalu sunyi ya, tidak ada suara burung dan satwa sedikitpun.” Panglima Dargo dan puteri Kuning juga menyusul.

Panglima Dargo segera turun, melambaikan tangannya dan beberapa senapati dan priajuritnya juga turun dari kudanya dan maju mengikuti langkahnya.
Memeriksa daerah sekitar dengan teliti, kemudian kulihat dia kembali

“Saya khawatir ada sirep yang ditebar didaerah ini, Puteri.” Kata panglima Wulung.

Panglima Dargo bersembah “Saya pastikan ada sirep yang ditebar disini., Puteri” Katanya, dan matanya mengawasi keadaan lagi sekitar, penuh kecurigaan dan kewaspadaan.

Panglima Dargo ini seorang yang dikenal mumpuni dalam ilmu hitam, badannya besar pendek kekar dan jenggotnya panjang.
Ditangannya ada gelang yang berbentuk ular yang melilit yang besar.. Kepalanya di balut ikat kepala hitam. Senjatanya sebuah tombak panjang dan satu tombak pendek.

“Biar kami yang berjalan dimuka saja Puteri.” Mohon padaku sambil menyembah, aku mengangguk

Segera panglima Dargo bincang dengan panglima Wulung, dan kemudian menaiki kudanya kembali.
Dengan pasukannya panglima berderap didepan, baru aku dan pasukanku.
Kemudian puteri Kuning dengan pasukannya, menyusul pasukan panglima Wulung di barisan belakang.

Puteri Kuning mendekati aku, dan bersama Warsih, kita mengitari daerah sekitar.
Tetapi tanpa menemukan dimana pangeran Biru dan pasukannya berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun