Sebagai salah satu penopang penerimaan negara paling besar, pajak menjadi instrumen penting untuk membiayai aktivitas pemerintah yang menghasilkan program dan kebijakan demi kesejahteraan negara. Kontribusinya terhadap APBN mencapai 82,9% dari total anggaran pendapatan menurut Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2025.
Seiring dengan pembangunan nasional yang terus meningkat, teknologi informasi juga berkembang secara pesat dan berkelanjutan. Perkembangan teknologi ini mendorong sistem penerimaan negara untuk senantiasa adaptif dalam rangka meningkatkan kepatuhan dan efisiensi penerimaan perpajakan. Maka dari itu, dibutuhkan digitalisasi sistem perpajakan untuk mempermudah wajib pajak melakukan kewajiban perpajakannya serta fiskus menjalankan tugasnya.
Menanggapi pentingnya pembaruan sistem digital perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meluncurkan situs baru bernama Coretax Administration System sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Situs yang dapat diakses pada www.coretaxdjp.pajak.go.id ini menjadi harapan dan babak baru bagi pengelolaan penerimaan negara di bidang perpajakan.
Penerapan Coretax menggantikan aplikasi di situs lama seperti djponline.pajak.go.id untuk pembuatan SPT, https://sse2.pajak.go.id/ atau https://sse3.pajak.go.id/ untuk pembuatan kode billing, https://web-efaktur.pajak.go.id/ untuk pembuatan faktur, e-bupot untuk pembuatan bukti potong, dan situs web lain terkait per tahun pajak 2025. Untuk tahun pajak 2024 dan sebelumnya masih dapat menggunakan aplikasi dan situs web lama, kecuali untuk e-faktur yang masih dapat digunakan hingga tahun pajak 2025.
Peluncuran Coretax bertujuan untuk mengintegrasikan kebutuhan wajib pajak di satu aplikasi dan memudahkan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya. Wajib pajak dapat mengakses dan mengajukan permohonan secara daring melalui satu aplikasi untuk kebutuhan registrasi pendaftaran, pembuatan kode billing secara mandiri untuk pembayaran, dan pengajuan permohonan-permohonan lainnya.
Dengan adanya sistem terintegrasi, Direktorat Jenderal Pajak juga dimudahkan dalam perolehan data secara real-time dan lebih akurat. Selain itu, DJP juga dapat lebih dini mengidentifikasikan risiko  kepatuhan sehingga dapat melakukan pengawasan dan penggalian potensi yang lebih efektif demi tercapainya target penerimaan negara. Coretax juga mendorong efisiensi karena lebih banyak permohonan yang dapat diajukan secara daring dari portal wajib pajak tanpa perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak.
Bagi wajib pajak yang masih awam dengan penggunaan Coretax tetap dapat mengajukan permohonan secara langsung ke Loket TPT (Tempat Pelayanan Terpadu) di Kantor Pelayanan Pajak terdekat tanpa harus ke tempat terdaftar. Sistem Coretax yang borderless memberikan kemudahan lain kepada wajib pajak yang semula mengajukan permohonan harus ke KPP terdaftar menjadi ke KPP atau KP2P (Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan) terdekat dengan lokasinya saat ini.
Coretax diharapkan menjadi titik awal fondasi penerimaan negara di era digital melalui sistem yang terintegrasi. Proses pemenuhan kewajiban perpajakan yang lebih mudah, efisien, dan transparan menjadi tujuan utama untuk pengelolaan penerimaan negara yang lebih baik dengan pemanfaatan teknologi modern seperti big data analytics yang lebih berbasis risiko dan data-driven.
Optimisme besar yang dibawa oleh DJP melalui sistem terintegrasi Coretax tetap membawa tantangan besar pada implementasinya terutama di tahap awal peluncuran. Permasalahan utama ada pada kestabilan sistem, integrasi data dari aplikasi lama ke Coretax, serta adaptasi sumber daya manusia baik dari petugas pajak maupun wajib pajak sebagai user utama. Masalah-masalah tersebut sempat menghambat wajib pajak dan petugas pajak untuk melakukan dan menindaklanjuti permohonan sehingga terjadi penundaan penyelesaian walaupun masih dalam jangka waktu jatuh tempo sesuai dengan ketentuan.