Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Early Chilhood Enthusiast

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Terlalu Ikut Campur Urusan Anak, Baikkah?

5 Oktober 2020   10:24 Diperbarui: 5 Oktober 2020   10:32 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aduhh, sini ibu aja. Nanti salah semua"

"Biar ibu aja. Nanti jatuh"

Kalimat tersebut sering kali kita jumpai, terutama ketika anak mengalami kesulitan. Orangtua akan spontan mengucapkan sebagian kecil dari kalimat tersebut. Maksud orangtua yang khawatir dan takut bila terjadi sesuatu pada sang anak, malah bisa memberikan dampak buruk bagi anak. 

Seperti yang terjadi pada salah satu peserta didik di TK dekat rumahku. Bedanya yang bersikap seperti itu adalah neneknya. Dan sempat aku berbincang-bincang dengan salah satu gurunya tadi pagi. 

"Ada mbak, kalo Yono (nama samaran) beda dari temen-temennya. Paling lama sendiri kalo nyelesain tugas. Saya udah coba kasih contoh biar Yono bisa dan lebih mudah dalam menyelesaikan tugas maupun masalahnya. Tapi kalo ngasih contoh dua sampe tiga kali bener-bener gak cukup. Gara-gara dirumah belom dibiasakan mandiri" ujar Bu Diba (nama samaran)

Yono berasal dari keluarga yang kedua orangtuanya sama-sama bekerja pagi pulang malam. Dari umur dua tahun Yono sudah  diasuh sepenuhnya oleh sang nenek. Setiap kali Yono mengalami kesulitan sekecil apapun, pasti neneknya selalu ada untuknya.

Kebiasaan neneknya yang selalu membantunya dalam menyelesaikan masalah yang ia hadapi tanpa membiasakan Yono mengerjakan sendiri, membuatnya menjadi pribadi yang kurang percaya diri, selalu merasa takut gagal, cenderung sulit memecahkan masalahnya sendiri dan selalu bergantung pada orang lain. Sikap neneknya yang terlalu sayang pada cucu seakan menjadi toxic tersendiri bagi cucunya. 

Sebelum membahas solusi dari kasus Yono, kita cari tau dulu apa pengertian pemecahan masalah. Mengutip penjelasan yang disampaikan Palumbo (1990), problem solving merupakan fungsi dari cara bagaimana stimulus tertentu menjadi in-put melalui sistem sensori ingatan, diproses dan dikoding melalui memori kerja (working memory/short term memory) dan disimpan bersama asoisasi-asosiasi dan peristiwa-peristiwa (histories) yang sekeluarga dalam memori jangka panjang (Long Term Memory). 

Sederhananya problem solving itu proses untuk menyelesaikan masalah yang ada, yangmana berkat pengalaman sebelumnya proses tersebut bisa terjadi. 

Adanya kemampuan problem solving akan membantu anak menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi dengan baik. Bermanfaat juga ketika mereka akan mengeksplorasi dunianya, seperti saat mengerjakan tugas-tugas sekolah ataupun aktivitas sehari-hari. 

Dan untuk menanamkan kemampuan tersebut, alangkah baiknya orangtua membiasakannya pada anak sedini mungkin agar menjadi kemampuan yang melekat pada anak. 

Terdapat perbedaan kemampuan problem solving setiap usia pada anak. Developmental Milestones, Rebecca J. Schraf , Graham J. Schraf, dan Annemarie Strourstup mengungkapkan bahwa usia 5-6 tahun merupakan fase anak berkreasi dengan mainannya. 

Seperti menyusun kotak kardus untuk membuat areana balap mobil, menyelesaikan puzzle yang lebih kompleks.  Dan apabila anak memiliki kemampuan berkreasi, mengingat, berkonsentrasi, dan mengelola informasi yang ia dapat dengan baik, kemungkinan besar kemampuan problem solving anak tersebut sama baiknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun