Mohon tunggu...
S. Kholipah
S. Kholipah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang belajar menulis

Setiap hari belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksplorasi Wakaf Saham sebagai Alternatif Pengelolaan Aset Produktif

18 Januari 2024   09:43 Diperbarui: 18 Januari 2024   11:51 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tradisi wakaf di Indonesia telah menjadi bagian integral sejak agama Islam pertama kali masuk ke Nusantara. Pada masa itu, tata cara perwakafan diatur oleh hukum adat dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Meningkatnya minat masyarakat untuk mewakafkan harta mereka menarik perhatian pemerintah untuk mengatur dan mengelola wakaf secara lebih terstruktur. Meskipun demikian, praktik wakaf dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan dengan tata tertib yang efisien, dan sejumlah kasus menunjukkan bahwa harta wakaf tidak selalu terpelihara dengan baik, bahkan bisa berpindah ke tangan pihak ketiga (Usman, 2013).

Wakaf menjadi suatu fenomena menarik untuk diamati, memperlihatkan salah satu keunggulan sistem syariat Islam dalam mengelola harta demi kesejahteraan umat. Contoh nyata dari keberhasilan wakaf adalah Universitas Al-Azhar di Mesir yang didirikan sebagai wakaf umat Islam. Al-Azhar bukan hanya bertahan selama satu abad, tetapi juga mempertahankan tradisi memberikan pendidikan gratis kepada puluhan ribu mahasiswa dari seluruh dunia. Menariknya, mahasiswa yang belajar ilmu agama di sana tidak dikenakan biaya SPP atau pungutan lainnya. Biaya yang mungkin diperlukan hanyalah untuk kebutuhan hidup, makanan, dan kebutuhan pribadi. Mahasiswa yang lulus bahkan diberikan hadiah tiket pesawat untuk pulang ke negara asal mereka (Sarwat, 2011).

Pada masa Rasulullah, praktik wakaf terbagi menjadi dua jenis, yakni wakaf harta yang tidak bergerak dan wakaf benda bergerak. Wakaf benda tidak bergerak melibatkan tanah, kebun, dan sejenisnya, sementara wakaf benda bergerak mencakup baju perang dan kuda perang. Namun, seiring perkembangan zaman, muncul fenomena wakaf benda bergerak dalam bentuk uang. Praktek wakaf uang pertama kali dikenal pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir.

Dalam konteks wakaf tunai, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, terutama ulama klasik yang dikenal dengan empat mazhab. Mereka memiliki pendapat yang beragam mengenai dibolehkannya atau dilarangnya wakaf tunai. Perbedaan pendapat ini muncul karena adanya variasi dalil yang digunakan oleh para ulama dalam menetapkan status wakaf tunai. Sebagai hasilnya, muncul istinbath hukum yang bervariasi.

Seiring berjalannya waktu, ulama kontemporer juga turut meneliti dampak positif dari wakaf tunai. Contohnya, di Mesir dengan Al-Azhar, di Amerika Serikat dengan lembaga wakaf yang profesional, yang mampu memberdayakan umat Islam yang menjadi minoritas, dan sejumlah inisiatif serupa di berbagai tempat. Hal ini mencerminkan upaya untuk menggali manfaat dari wakaf tunai dalam mendukung kesejahteraan umat Islam secara global.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan penjelasan mengenai pengertian wakaf uang dalam fatwanya pada 11 Mei 2002. Fatwa tersebut menyatakan bahwa wakaf uang, atau yang dikenal sebagai Cash Wakaf atau Wakaf al Nuqud, merujuk pada wakaf yang dilakukan oleh individu, kelompok orang, lembaga, atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, termasuk surat-surat berharga (Komisi Fatwa MUI, 2002). Definisi ini kemudian diperkuat oleh Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang wakaf, yang mengklasifikasikan uang sebagai bagian dari benda wakaf. Dengan demikian, wakaf uang dapat diartikan sebagai aset berupa uang yang dimanfaatkan secara produktif dalam sektor halal untuk kesejahteraan umat Islam, khususnya untuk keperluan yang ditetapkan (mauquf 'alaih).

Fatwa MUI mengenai wakaf uang juga mencakup surat berharga, salah satunya adalah saham. Oleh karena itu, fatwa ini secara tidak langsung membuka peluang untuk munculnya konsep wakaf saham dalam masyarakat. Wakaf saham merupakan integrasi antara konsep wakaf dan saham Syariah, dimana pengelolaannya pada dasarnya mirip dengan wakaf uang, dengan perbedaan pada objek yang diwakafkan. Konsep ini memungkinkan pemanfaatan keuntungan dari saham Syariah untuk tujuan amal dan kesejahteraan umat Islam. Berikut ini bentuk dan model wakaf saham:

Menurut Nicky Hogan, Direktur Bursa Efek Indonesia dalam acara Silaknas MES (Masyarakat Ekonomi Syariah), wakaf saham dapat dilakukan melalui dua model yang berbeda. Pertama, model wakaf yang bersumber dari keuntungan investor saham syariah, seperti capital gain atau deviden dan penjualan saham. Pada model ini, keuntungan tersebut dipotong langsung oleh anggota Bursa Syariah Online Trading System (SOTS) yang merupakan institusi yang melakukan pemotongan keuangan. Kemudian, keuntungan tersebut disetorkan kepada lembaga pengelola wakaf seperti Badan Wakaf Indonesia atau Dompet Dhuafa. Lembaga pengelola wakaf kemudian mengkonversikan keuntungan tersebut menjadi aset produktif atau langsung dikonversikan menjadi aset sosial seperti masjid, rumah sakit, atau sekolah.

Sedangkan pada model kedua, wakaf saham berasal dari saham syariah yang dibeli oleh investor syariah. Saat saham tersebut diwakafkan, bukan keuntungan dari saham yang menjadi instrumen wakaf, melainkan saham syariah itu sendiri. Prosesnya melibatkan pembelian saham syariah oleh investor, kemudian diwakafkan dan diserahkan kepada lembaga pengelola investasi untuk dikelola. Keuntungan dari pengelolaan saham syariah oleh lembaga pengelola investasi akan disalurkan kepada lembaga pengelola wakaf (nazir). Lebih lanjut, lembaga pengelola wakaf mengkonversi keuntungan tersebut menjadi aset produktif atau aset fisik yang memberikan manfaat sosial. Penting untuk dicatat bahwa saham syariah yang telah diwakafkan tidak dapat diubah tanpa izin dari pemberi wakaf, baik oleh lembaga pengelola wakaf maupun lembaga pengelola investasi (Yuliana & Hadi, 2019).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun