Mohon tunggu...
Prakasita Nindyaswari
Prakasita Nindyaswari Mohon Tunggu... Gula Jawa

Love coffee and cheesy jokes. Passionate in arts and cultures. International Relations graduate, but currently into Law.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena 'Sushi Girl'

13 Februari 2012   04:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:43 4128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya lupa hari apa, kalau tidak salah sih dua minggu yang lalu. Saya tidak bisa tidur cepat, dan akhirnya saya memutuskan untuk nonton tv. Saya tertarik dengan salah satu stasiun tv yang waktu itu sedang menayangkan tentang fenomena 'sushi girl' di Jakarta. Saya penasaran apa sih 'sushi girl'? 'Sushi girl' bukanlah perempuan pembuat sushi. 'Sushi girl' pun bukanlah sebuah girl band. Terus apa dong? Jadi 'sushi girl' adalah seorang perempuan yang menghidangkan sushi dengan tubuhnya. Maksudnya, dia menghidangkan sushi dengan telanjang bulat ataupun berpakaian seksi dengan sushi diatas tubuhnya. Jadi si perempuan itu merebahkan tubuhnya di atas meja, lalu sushi nya diletakkan diatas tubuh perempuan itu. Ini hanya terdapat di restoran Jepang tertentu di Jakarta. Saya tidak tau ada berapa restoran Jepang yang mempunyai servis seperti itu di Jakarta. Kegiatan ini dilakukan secara terselubung dan promosi hanya dilakukan dari mulut ke mulut saja. Oh iya, dan hanya dilakukan di malam hari. Sebetulnya tujuan utama dari restoran sushi tersebut bukan berorientasi pada seks, tetapi pada penjualan sushi nya itu sendiri. 'Sushi girl' nya itu hanya sebagai teknik supaya restoran mereka diminati. Tetapi ternyata tidak sedikit juga pengunjung yang akhirnya menawarkan 'sushi girl' tersebut untuk melakukan servis plus-plus, ya pastinya pembaca tau sendiri lah ya. Itu kesepakatan antara si pengunjung dan 'sushi girl' nya itu sendiri, bukan merupakan fasilitas restoran. Ketika diwawancarai oleh stasiun televisi tersebut, seorang perempuan yang bekerja menjadi 'sushi girl' itu mengaku bahwa apa yang dia lakukan adalah karena tuntutan ekonomi. Karena sulit mencari pekerjaan dengan upah yang cukup, apalagi dengan pendidikan yang rendah, membuatnya menerima tawaran pekerjaan untuk menjadi seorang 'sushi girl'. Upah yang diberikan oleh restoran yang cukup besar ditambah dengan pengunjung yang sering memberikan tip yang tidak sedikit, membuatnya betah untuk bekerja menjadi seorang 'sushi girl'. Setelah saya googling, ternyata fenomena 'sushi girl' ini pun terjadi di negara asalnya, Jepang. Oh, iya mungkin bagi yang sudah membaca buku Jakarta Undercover, pasti sudah tau tentang fenomena ini. Sayang, saya belum baca. Enggak kebayang, misalnya saya mendatangi salah satu restoran Jepang di malam hari, dan saya tidak tau bahwa restoran yang saya datangi itu didalamnya terdapat para 'sushi girl'. Haha. Kira-kira apa yang akan mereka lakukan kalau pengunjungnya adalah perempuan kayak saya? Katanya sih kalau di Jepang, restoran seperti itu hanya khusus untuk laki-laki saja. Pengunjung perempuan dilarang masuk. Saya antara kasihan dan tidak kasihan kepada para perempuan yang bekerja di bidang prostitusi. Kasihan karena sebagai perempuan, mereka tidak dihargai. Perempuan itu dijual untuk kepentingan bisnis, dan setelah mereka tidak 'laku' lagi, terus ditelantarkan begitu saja. Tidak kasihannya karena buat saya, pemikiran untuk bekerja di bidang prostitusi dengan alasan ekonomi itu terlalu basi. Maksud saya, kalau mereka bisa menghormati dan menghargai diri sendiri, mereka tidak akan membiarkan diri mereka terjerumus ke hal-hal seperti itu. Mereka akan cari jalan keluar lain yang lebih baik untuk kehidupan mereka. Regards, Sita

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun