Kemudian Hani Werdi Apriyanti memberikan contohnya dalam pemecahan masalah, jika dalam akutansi konvensional pemecahan masalah dilakukan melalui taktik cerdik untuk masalah yang bersifat sederhana dan kearifan untuk masalah yang kompleks, namun sering kali mengandung kepentingan praktis dan jangka pendek, selain itu juga adanya kecenderungan praktiknya dalam pemecahan masalah, dan merasa puas dengan pencapaian praktik tersebut. Padalah kemajuan profesi akuntansi tidak hanya ditentukan oleh faktor pengalaman praktik saja, tetapi juga harus didukung dengan teori sebagai landasan dalam riset akuntansi.
Sebaliknya dalam akuntansi syariah harus bebas dari kepentingan dan hanya ditujukan untuk tujuan yang benar sesuai dengan yang diterapkan dalam alquran dan berorientasi jangka panjang, tidak hanya orientasi jangkah pendek saja.
Berdasarkan teori teori diatas, dapat kita ketahui bahwa system akuntansi syariah lebih baik daripada system akuntansi konvensional. Sistem akuntansi Islami diharapkan mampu menyuntikkan disiplin sekaligus mendorong untuk terpenuhinya regulasi dan supervisi yang prudensial pada industri keuangan. Tapi itu semua tidak lepas dari kritikan dari masyarakat.
Menurut Primasari (2010). Sebagian besar dari mereka masih menyimpulkan bahwa mekanisme perbankan syariah tidak berbeda dengan konvensional Lebih jauh mereka mengungkapkan bahwa ternyata LKS hanyalah institusi konvensional yang menggunakan bahasa Arab untuk indetifikasi produk dan transaksinya. Kondisi inilah yang perlu diluruskan.
Selain itu menurut Harahap (2001) Kamayanti dan Parwita, 2008Selain permasalahan pandangan masya-rakat tentang kesamaan praktik LKS dengan skema konvensional di atas, permasalahan berikutnya yang muncul sebagai multiplier effect adalah disorotinya akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional. Ternyata sebagaian besar masyarakat baik praktisi maupun akademisi menyimpulkan bahwa akuntansi syariah adalah hasil duplikasi akuntansi konvensional.
Bukan lagi rahasia umum bahwa di dalam transaksi muamalah syariah antara teori dan praktik sering terjadi ketidaksinkronan (Syakhroza, 2007). Sebuah teori atau model disusun sesempurna mungkin dengan tujuan untuk menghindari kemung-kinan-kemungkinan terjadinya kecurangan. Sayangnya, “kesempurnaan” penyusunan model ini dihancurkan oleh fenomena penyimpanagan teori syariah dalam praktik di lapangan. Perbedaan kondisi lapangan serta faktor sumber daya manusia, diduga menjadi penyebabnya. Ketidaksinkronan ini ternyata terjadi juga pada implementasi model laporan keuangan versi PSAK syariah yang telah diterbitkan oleh IAI pada tahun 2011.
Ketidaksesuaian antara standar PSAK syariah dan implementasinya pada perbankan, menjadi salah satu sasaran kritik bagi para pemikir/pengamat syariah, khususnya PSAK nomor 100 tentang Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keua- ngan serta nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Sebagai sebuah produk dari hasil pemikiran manusia yang menginginkan kondisi yang “sempurna”, peluang terjadinya deviasi antara standar dan praktik atas PSAK syariah tidak dapat dihindari.
PEMBAHASAN
Standar akuntansi syariah disusun dengan harapan mampu menjadi pedoman bagi lembaga keuangan syariah yang lahir sebagai terobosan dari praktik akuntansi konvensional. Keberadaan Bank Syariah kini banyak bermunculan seperti: Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah dibawah bank konvensional seperti: BNI, BCA, Bank Mega, Bank Bukopin, BRI dan beberapa bank syariah lainnya, tetapi itu semua tidak lepas dari banak krititikan dari berbagai pihak. Bahkan mungkin kita sering mendengar dari orang tua kita atau keluarga kita kalau itu semua hanya ganti casing, isinya tetap banyak mengandung unsur konvensionallnya.
Hal itu tidak terlepas karena Standar syariah PSAK dinilai masih banyak mengadopsi kerangka dan standar yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organizations for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) yang berpusat di Manama Bahrain. Proses penyusunan kedua standar ini juga masih beranjak dari kerangka akuntansi konvensional
Menurut hemat penulis, akuntansi syariah sama halnya dengan akuntansi konvensional. dalam merumuskan akuntansi syariah, seharusnya syariah yang masuk ke akuntansi, bukan sebaliknya akuntansi yang masuk syariah”. Ketidaksyariahan akuntansi syariah kini terjadi adalah karena akuntansi yang memasuki syariah, jadi konsep syariah “dipaksa” untuk mengikuti akuntansi konvensional yang selama ini telah tertancap di dalam pemikiran masyarakat luas.