Mohon tunggu...
Siska Febriyani
Siska Febriyani Mohon Tunggu... Guru - Seorang Ibu dan Guru yang rindu mengasuh, mendidik, merawat dan menginspirasi setiap orang yang dijumpai.

* Tokoh Favorit : St. Theresia, Malala Youzafzai, dan Andar Ismail * Menghidupi hidup dengan kebaikan dan keramah tamahan. * Isteri, Ibu, Guru, Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengembangkan Intercultural Competence guna Membangun Indonesia Melalui Pengiriman Siswa Belajar ke Luar Negeri

14 Januari 2021   23:30 Diperbarui: 20 Januari 2021   17:09 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemajuan peradaban dari beberapa negara maju disebabkan oleh kesadaran untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. Amerika Serikat (AS) misalkan, demi melengkapi pengetahuan mereka tentang peradaban Barat, banyak dari pelajar AS berbondong-bondong mengunjungi pusat peradaban Muslim dan Yunani. Begitu pun umat Muslim, mereka tidak segan-segan mendatangi pusat kejayaan filsafat Yunani. Tidak mau kalah, Jepang juga negara maju yang dulu menyadari ketertinggalannya dari negara Barat. Itu sebabnya melalui Restorasi Meiji pada tahun 1868-1912, Jepang mengirimkan ratusan ribu pelajar lokal ke AS dan Eropa (Sasongko, 2017). Dampak besarnya pun kita bisa lihat hingga saat ini.

Menariknya dalam perjumpaan budaya Barat dan Timur ini tidak serta merta membuat para pelajar melupakan budaya mereka. Justru yang terjadi banyak dari pelajar yang kembali pulang ke negeri mereka, mengombinasikan dan mengintegrasikan nilai-nilai serta keyakinan dua budaya sebagai dasar dan pandangan mereka membangun serta mengembangkan teknologi, infrastruktur serta peradaban yang menopang kehidupan. Itu sebabnya hingga kini kita pun dapat merasakan dampak kemajuan tersebut baik dari negara Barat seperti AS dan Eropa mau pun dari negara Timur seperti Arab yang memiliki keterampilan apik dalam mempertahankan keunikan perabadan Islam dan pengelolaan sumber minyak.

Barangkali di antara kita ada yang kurang sepakat dengan mengatakan, "bukankah sekarang kemajuan digital dan adanya internet dapat menolong kita melihat berbagai belahan dunia?" Tentu pernyataan tersebut tidak keliru, namun hal yang tidak didapatkan dari sumber digital adalah proses interaksi. Proses interaksi ini akan mempertemukan seseorang pada cara hidup, pola pikir, cara pandang yang berbeda dari apa yang selama ini dipahami. 

Cerita yang saya dapat dari seorang dosen Psikologi Temu Budaya, yaitu Ibu Murni menuturkan demikian, "banyak mahasiswa Indonesia yang ketinggalan dalam proses akademik mereka, bukan karena mereka tidak pintar, melainkan syok dan merasa tertekan ketika mengalami proses di kelas yang diwarnai keaktifan mahasiswa lain dan perdebatan . 

Dengan mudahnya, para mahasiswa dari negara lain mengajukan pertanyaan dan kritik dengan keras, namun ketika di luar kelas, mereka kembali tertawa." Kekejutan mahasiswa Indonesia tersebut disebabkan latar belakang pendidikan yang selama ini ia jalani yaitu, suasana yang santun, memakai kata-kata yang baik, tidak bernada tinggi dalam memberi pendapat dan sebagainya. Akhirnya mahasiswa tersebut berpikir bahwa proses pendidikan di luar negeri begitu menegangkan dan keras. Ia beranggapan, komentar yang begitu banyak dan bernada tinggi tersebut sebagai bentuk ketidaksukaan pada dirinya, padahal tidak demikian.

Negara-negara maju seperti Australia, AS dan Eropa bercorak low context communication. Artinya, dalam standar budaya mereka, berbicara haruslah langsung pada poinnya, tidak berbelit-belit, dan secara eksplisit (Hofstede&Hofstede, 2010). Itulah tidak mengherankan jika kita melihat orang-orang Barat jika berbicara sangat to the point. Sebaliknya,  Indonesia dengan corak komuniksi yang high context, komunikasinya implisit, tidak langsung pada tujuan pembicaraan, mengupayakan penggunaan bahasa yang santun, serta memerhatikan nada bicara. Inilah yang membuat mahasiswa dalam kasus di atas mengalami culture shock. 

Pengalaman demikianlah yang tidak akan akan kita jumpai pada sumber digital atau pun literatur tertulis. Interaksi langsung dengan sumber kebudayaan dan pengetahuan itu sendiri membantu kita untuk memiliki pengetahuan, sensitivitas, serta kecakapan dalam komunikasi antar budaya. Tidak hanya itu, pengalaman belajar di luar negeri dan bertemu dengan orang dari berbagai budaya juga akan menumbuhkan pemikiran global yang lebih terbuka, toleran terhadap perbedaan, dan menyerap budaya lain yang positif. Seperti yang pernah dicita-citakan oleh Alm. Presiden B.J Habibie, "kelak jika generasi Indonesia menjadi pemimpin, maka mereka akan memiliki kepercayaan diri, tidak minder, dan tidak takut bertemu dengan siapa pun (Susongko, 2017).

Pengembangan Program: Penyediaan Beasiswa, Pelatihan Antar Budaya hingga Pendampingan

Soekarno dan Habibie pernah menggalakkan program pengiriman pelajar Indonesia ke luar negeri secara besar-besaran. Hal ini merupakan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Dengan mengirimkan para pelajar Indonesia ke luar negeri, dipercaya dapat membangun kehidupan tanah air menjadi lebih baik, sehingga cita-cita ideal yaitu Indonesia dapat menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dalam kancah dunia dapat terwujud. 

Senada dengan cita-cita itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menuturkan dukungan sebagai berikut, "dengan belajar di luar negeri, mahasiswa dapat menimba ilmu, pengalaman, membangun jaringan dan mengenalkan budaya tertentu." (Kinasih, 2020). Artinya, tidak diragukan lagi dengan mengirimkan sebanyak-banyaknya pelajar Indonesia ke luar negeri, akan berdampak pada kemajuan sumber daya manusia di Indonesia.

Oleh karena dampak positif yang besar didapatkan dari menempuh pendidikan di luar negeri, maka program yang tepat dan mewadahi perlu disediakan. Program-program tersebut dapat dilakukan mulai dari tingkat Pemerintah pusat hingga orang tua siswa. Pemerintah memang sudah gencar menggaungkan program dukungan berupa beasiswa, namun demi menumbuhkan keyakinan dan kesiapan mental berjumpa dengan mahasiswa dari negara lain, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun