Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hujan, Kegembiraan dan Kenangan yang Tak Terlupakan

6 Oktober 2025   09:29 Diperbarui: 6 Oktober 2025   09:29 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu membantu mengeringkan badan saya dengan handuk dan menggantikan baju, lalu menyuruh saya tidur siang. Dan, apa yang Ibu khawatirkan terjadi. Saya demam sepanjang sore hingga pagi keesokan harinya. Jadilah saya tak bisa bermain di luar rumah karena tubuh panas dingin.

***

Lain masa, berganti cerita. Hujan deras beberapa hari membuat saya dan kakak-kakak bosan di rumah. Beruntung Ayah baru pulang dari luar kota dan membawa mainan untuk saya berupa helikopter mini dan pesawat terbang. Kakak-kakak terhibur dengan hadiah buku-buku baru untuk dibaca secara bergiliran.

Berdua dengan bapak, saya memperhatikan beliau merakit mainan helikopter dan pesawat. Baterai terpasang rapi dan aman pada tubuh mainan tersebut. Ayah menaiki tangga dan memasang dua mainan itu di atas batang kayu teras rumah dengan memberikan jarak pada keduanya. Beliau mengikat dan menggantungnya dengan menggunakan tali panjang di bagian lubang kecil yang tersedia di bagian tengah atas mainan.

Sesaat tombol diaktifkan, berputarlah helikopter dan pesawat dengan arah lingkaran memutar. Saya bersorak kegirangan. Di antara derasnya suara hujan siang itu, bercampur desing suara dua pesawat. Air hujan yang turut tempias mengenai pesawat, ikut memercikkan air di teras.

Saya pun curi-curi mandi hujan di halaman sembari mengamati putaran pesawat. Wajah menegadah, hujan menghantam wajah. Sesekali saya menutup mata menikmati siraman hujan yang begitu riuh mengerubuti kepala. Basah mengguyur, tapi saya bahagia.

Ayah hanya tertawa kecil menyaksikan saya mandi hujan dari teras dan sesekali mendongak melihat mainan pesawat terus berputar.

Lagi-lagi, saya masuk angin, kena omel Ibu, karena mandi hujan. Jadilah esok hari saya demam. Kali ini, baluran minyak kayu putih bercampur minyak sayur dan irisan bawang merah, lengket menyerap di sekujur tubuh sebagai obat peredanya. Manjur! Deman saya hilang, bablas angine!

***

Namun, kejadian hujan bercampur petir yang justru membuat saya trauma. Ya, saat itu saya usia sekolah dasar, sekira kelas empat atau lima.

Jam baru menunjukkan pukul tiga sore. Ibu mrminta saya menjemput kakak yang sedang les menjahit tak jauh dari rumah. Tempatnya hanya sejalur jalan depan rumah, kurang lebih satu kilometer saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun