Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jaras Dikata Raga Jarang

22 Januari 2021   10:54 Diperbarui: 22 Januari 2021   12:14 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar (olah pribadi aplikasi inCollage)

Sarapan sudah selesai, semua bersiap dan berkemas. Kakak-kakak berpamitan kepada Bapak dan Ibu. Aku pun salim dan mendapatkan ciuman hangat dari mereka.  Segera Laras, Tiya dan Widi,  keluar dari pintu pagar samping rumah, menuju ke badan jalan, berbelok menuju bis sekolah yang sudah menunggu. Semua yang bersekolah di kota kabupaten akan segera diberangkatkan. Sedangkan Widi berjalan kaki menuju sekolahnya bersama teman-temannya yang bertemu di sepanjang perjalanan.

Ah, ternyata Resti sudah sampai di rumah sahabat baiknya.
"Sepatumu baru ya, Res?" Daniar  berbinar senang melihat alas kaki berwarna biru tua dengan hiasan kupu putih di atasnya.
"Iya, oleh-oleh dari Om Pino buatku."
"Cantik!" komentarnya dengan senyum lebar.
"Terimakasih, Niar!" Resti senang.

"Kita naik vespa, Res!" sautnya riang. "Wah, beneran nih? Gak jalan kaki, dong?" Dua gadis kecil berseragam merah kotak-kotak itu sontak tertawa bersama.

Bapak memanaskan kendaraan abu-abu kesayangannya. Suara mesinnya meraung-raung memekakkan telinga. Daniar mendorong pintu pagar, membukanya lebar-lebar. Bapak menaiki vespanya dan melajukan perlahan menuju jalan berkerikil samping rumah.

Bergegas Daniar dan Resti bersalaman kepada Ibu. Beliau mendaratkan kecupan sayangnya pada gadis bungsunya, yang berbalas dengan acungan jempol mungilnya. Daniar berdiri di belakang kemudi vespa, sedang sahabatnya duduk di belakang.

Ibu bersalam dengan Bapak. "Hati-hati, Pak! Bismillaah." Bapak membalasnya dengan lambaian tangan. Vespa pun melaju di atas badan jalan beraspal.

**


Menyenangkan sekali menikmati semilir bayu, melewati jalanan aspal yang bersih dan pohon-pohon rindang nan sejuk. Rambut Daniar yang sedikit ikal di bagian bawah, menari sesuai irama tiupan angin. Poninya takrapi lagi. Sesekali ia menyekanya agar tak menutupi pandangan. Sebentar saja, raungan si Abu-abu sampai di pintu gerbang TK Kencana Puri. Berdua gadis periang turun, memberi salam kepada Bapak. Beliau pun segera berputar balik menuju ke kantor.

Baru saja memasuki halaman Taman Kanak-Kanak, tiba-tiba ramai pemandangan di pinggir kolam air mancur. Semua anak berdiri mengelilinginya dan riuh terdengar teriakan semangat 'Ayo, ayoo, ayooo!' dan juga tepukan tangan beberapa anak. Sebagian yang lain tertawa terbahak, berseru menyoraki si Bocah di tengah kolam.

Daniar dan Resti setengah berlari menuju kolam, menyeruak diantara teman-teman. "Ada apa ini?" tanya Resti dengan pandangan ke tengah kolam.
"Raka melempar sepatu boot-nya Gani ke tengah kolam!" jawab Anin yang berada tepat di sebelahnya.

"Kok bisa sampai begitu?" Daniar penasaran dan merasa kasian melihat kejadian di depan mata. Tampak Raka sedang berjalan perlahan-lahan di tengah kolam dengan air setinggi pahanya. Celana pendeknya basah  Tangan kirinya berpegangan pada Bu Atik yang membimbingnya dari tepi kolam. Sementara badan Bu Atik sudah setengah membungkuk agar beliau tidak ikut tercebur di kolam. Percikan air mancur mulai membasahi baju seeragam Raka. Ia mulai menangis, sambil tangan kanannya menggapai menggambil sepatu boot dari dasar kolam.
Ternyata pegangan tangan kirinya terlepas. Raka terhuyung karena licinnya dasar kolam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun