Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Jaras Dikata Raga Jarang

22 Januari 2021   10:54 Diperbarui: 22 Januari 2021   12:14 350 19
Pagi yang cerah kembali menyapa, udara sejuk mengaliri ruangan demi ruangan di rumah besar kediaman Daniar, membangkitkan semangat tersendiri bagi keluarga harmonis ini.

Gadis kecil berkucir dua itu bersiap berangkat sekolah bersama kawan karibnya hari ini. Siapa lagi kalau bukan Resti, teman pertamanya di sekolah.

Ibu dan Laras -- kakak sulungnya yang selalu cekatan namun takbanyak bicara--, tak kalah semangatnya. Seperti biasa, sosok yang dihormatinya itu bersibuk diri di dapur menyiapkan sarapan pagi, lalu menghidangkannya di meja makan.

Ibu sudah memasak semuanya. Ikan bandeng presto berbalut telur dadar tipis, tempe dan tahu bacem, sayur oseng kacang panjang berteman udang. Hmm.., harum sekali masakan Ibu! Sedapnya!

Laras menuangkan teh hangat di gelas-gelas yang sudah tertata. Tiya dan Widi -- kakak kedua dan ketiga Daniar-- kompak memeluk Laras, lalu duduk di kursi masing-masing bersiap sarapan. "Maturnuwun, Mbak Laras." Kerling mata dan senyum simpul Widi mengarah padanya.

"Ingat, ya. Pulang sekolah nanti giliran kalian beberes di dapur." Laras mengingatkan kedua adiknya sembari menyendok nasi dan menuangkannya ke atas piring si Bungsu. "Nggeh, mbaak..!" seru Tiya dan Widi kompak.

Bapak menghampiri gadis kecilnya, mencium keningnya, lalu duduk bersama.
 
"Pak, hari ini Niar berangkat sekolah bareng Resti, ya," ujarnya sembari memilih lauk yang terhidang.
"O, ya? Resti ke sini jalan kaki atau diantar ibunya?" Bapak bertanya sambil mengambil tempe bacem lalu mengunyahnya dengan nikmat. "Kemarin sih bilangnya jalan kaki sendiri aja. 'Aku berani kok, kan dekat saja rumahku ke rumahmu'. Gitu katanya, Pak."

"Ya udah, nanti kalau Resti sudah sampai di sini, kalian Bapak antar ke sekolah naik vespa.  Ayo kita makan dulu!". Kerdipan mata Bapak membuat si Bungsu senang bukan kepalang.
"Aseeeek!" Daniar berseru.

"Widi gak sekalian diantar sama Bapak? Kan dekat juga dari TK-nya Niar," sahut Widi di seberang meja. "Pekan lalu sudah diantar Bapak, kan? Gantian sekarang giliran adikmu dan temannya. In syaa Allah pekan depan Bapak sempatkan antar kamu lagi." Bapak menjawab.

"Janji ya, Pak!"  Widi menegaskan kembali, disahut anggukan kepala mantap dari Bapak.

Sarapan sudah selesai, semua bersiap dan berkemas. Kakak-kakak berpamitan kepada Bapak dan Ibu. Aku pun salim dan mendapatkan ciuman hangat dari mereka.  Segera Laras, Tiya dan Widi,  keluar dari pintu pagar samping rumah, menuju ke badan jalan, berbelok menuju bis sekolah yang sudah menunggu. Semua yang bersekolah di kota kabupaten akan segera diberangkatkan. Sedangkan Widi berjalan kaki menuju sekolahnya bersama teman-temannya yang bertemu di sepanjang perjalanan.

Ah, ternyata Resti sudah sampai di rumah sahabat baiknya.
"Sepatumu baru ya, Res?" Daniar  berbinar senang melihat alas kaki berwarna biru tua dengan hiasan kupu putih di atasnya.
"Iya, oleh-oleh dari Om Pino buatku."
"Cantik!" komentarnya dengan senyum lebar.
"Terimakasih, Niar!" Resti senang.

"Kita naik vespa, Res!" sautnya riang. "Wah, beneran nih? Gak jalan kaki, dong?" Dua gadis kecil berseragam merah kotak-kotak itu sontak tertawa bersama.

Bapak memanaskan kendaraan abu-abu kesayangannya. Suara mesinnya meraung-raung memekakkan telinga. Daniar mendorong pintu pagar, membukanya lebar-lebar. Bapak menaiki vespanya dan melajukan perlahan menuju jalan berkerikil samping rumah.

Bergegas Daniar dan Resti bersalaman kepada Ibu. Beliau mendaratkan kecupan sayangnya pada gadis bungsunya, yang berbalas dengan acungan jempol mungilnya. Daniar berdiri di belakang kemudi vespa, sedang sahabatnya duduk di belakang.

Ibu bersalam dengan Bapak. "Hati-hati, Pak! Bismillaah." Bapak membalasnya dengan lambaian tangan. Vespa pun melaju di atas badan jalan beraspal.

**

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun