Buku seri kedua dari Buku Serial Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM ini berjudul Rumah Produksi Bersama dan Minyak Makan Merah: Koperasi Modern Memutar Roda Hilirisasi& Industri Menengah Nasional. Bukunya bisa didownload di sini.
Rumusan kerangka buku ini memiliki keunikan, yaitu terdiri atas 2 bagian utama sehingga memiliki 2 daftar isi. Bagian 1 (halaman 1-113) merupakan pemaparan teori Rumah Produksi Bersama (RPB) beserta berbagai studi kasus RPB. Sementara bagian 2 (halaman 114-211) berfokus pada hilirisasi minyak makan merah (red palm oil).
"Koperasi yang dikelola secara profesional bisa mengelola pabrik, mengolah sumber daya alam hingga memiliki nilai ekonomi tinggi." (halaman 12)
"Sudah lebih dari 400 tahun kita ini selalu mengekspor bahan mentah, sejak VOC, kirim bahan mentah. Sejarah lama itu tidak boleh terulang lagi, jangan ekspor bahan mentah." -- Presiden Joko Widodo (halaman 14).
Awalnya, buku ini menyatakan hilirisasi merupakan kelemahan industri di Indonesia sehingga hilirisasi harus dikembangkan. Hilirisasi menciptakan produk yang bernilai tambah dan kompetitif. Indonesia cenderung mengekspor produk industri hulu (bahan mentah) sehingga profit yang diperoleh jauh lebih kecil dibandingkan mengekspor produk industri hilir. Indonesia mengekspor bahan mentah dengan profit kecil kepada negara lain, dan negara tersebut mengolah bahan mentah tersebut menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Kemudian, Indonesia mengimpor barang setengah jadi atau barang jadi tersebut dengan harga cukup mahal. Hal tersebut disebabkan oleh teknologi yang belum diimplementasikan di Indonesia.
Manfaat hilirisasi yang meningkatkan nilai tambah produk, profit, dan produktivitas sehingga meningkatkan pendapatan negara dan menciptakan lapangan kerja, juga dibahas dalam buku ini. Oleh karena itu, hilirisasi tidak hanya pada sektor pertambangan atau industri besar, tapi juga UMKM. Pembangunan ekonomi secara komprehensif tersebut sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Sesuai dengan agenda besar Kementerian Koperasi dan UKM, hilirisasi diimplementasikan agar UMKM naik kelas.
Selain topiknya menarik, gaya bahasa buku ini mengalir dan lugas sehingga mudah dimengerti. Di samping itu, keunggulan buku ini ialah membahas studi-studi kasus sehingga pelaku UMKM dapat menganalisis bagaimana implementasi RPB yang baik. Studi kasus petani garam di Kabupaten Pangkajene menunjukkan bahwa koperasi yang bekerjasama dengan RPB akan membeli hasil panen petani garam tanpa tengkulak sehingga petani memperoleh profit yang memadai. RPB juga membantu petani garam untuk melakukan hilirisasi, yaitu diversifikasi produk. Buku ini juga mengungkapkan dengan jelas permasalahan UMKM di Indonesia, yaitu kurangnya kontribusi UMKM dan koperasi pada penciptaan nilai tambah ekonomi; UMKM masih didominasi pekerja berkeahlian rendah yang bergerak di sektor bernilai tambah rendah; masih minimnya penggunaan teknologi, inovasi, dan investasi untuk pengembangan usaha; dan partisipasi UMKM dalam nilai rantai produksi masih rendah. Sementara lapangan kerja saat ini 97% di UMKM.
"Untuk bisa berkelanjutan, Rumah Produksi Bersama harus memiliki manajemen yang mumpuni, mulai dari mengatur ketersediaan bahan bakunya, perawatan mesinnya, hingga berkompetisi di pasaran." (halaman 45)
"Agar koperasi dan Rumah Produksi Bersama bisa berkelanjutan, terus berjalan, koperasi harus memperbanyak jaringan pasar dan menjaga hubungan baik dengan para mitra." -Andi Muhammad Yusuf (halaman 47).
Keunggulan buku ini ialah pemahaman dalam perumusan strategi. Buku ini menyatakan strategi pengembangan UMKM oleh Kementerian Koperasi dan UKM, yaitu mengadakan RPB dengan koperasi sebagai pengelolanya. Dengan pangsa pasar dan teknologi yang masih terbatas, strategi yang berlaku untuk UMKM ialah pengembangan. Tapi, begitu RPB sudah diimplementasikan, maka perumusan stategi yang dilakukan ialah strategi keberlanjutan (halaman 34), misalnya strategi keberlanjutan suplai kakao RPB Jembrana ialah memperluas lahan dan menanam 5.000 pohon cokelat baru (halaman 52).