Mohon tunggu...
Rini M
Rini M Mohon Tunggu... Guru - A students Of State Institute of Islamic Studies of Jember

If not Now When, If not Me Who- ?

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Perguruan Tinggi, Pencetak Pengangguran Terdidik?

9 Februari 2017   17:14 Diperbarui: 25 Februari 2017   04:00 8474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kompas.com

Perguruan tinggi sangatlah penting bagi kehidupan masyarakat karena perguruan tinggi merupakan salah satu kunci bagi suatu bangsa untuk meningkatkan kualitas SDM dan kemajuan bangsa itu sendiri. Perguruan tinggi juga dapat memberikan peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang terbaik, karena calon pekerja yang mempunyai backgroundlulusan dari perguruan tinggi akan lebih dipercaya sebagai orang yang lebih mempunyai keterampilan praktis dan lebih terasah kemampuannya.

Namun sebenarnya tidak semua lulusan perguruan tinggi atau pendidikan tinggi mempunyai kemampuan lebih dari pada orang yang tidak menempuh pendidikan tinggi. Terdapat banyak tipe-tipe mahasiswa di dalam sebuah perguruan tinggi, seperti : mahasiswa yang hanya sekedar datang kuliah kemudian pulang, ada pula mahasiswa yang benar-benar ingin belajar dan mengembangkan kemampannya, dan ada pula mahasiswa yang hanya sok sibuk dengan kegiatan-kegiatan diluar kampus sehingga prose belajar mengajar di kelas (perkuliahan) terbengkalai. Namun nampaknya, Negara kita sedang mempunyai beban fikiran terhadap mahasiswa dan kampus.

Dominasi lulusan PTN (Perguruan Tinggi Negri) adalah pada bidang ilmu sosial dan bidang pendidikan. Selanjutnya data yang menunjukkan produk pendidikan tinggi yang menganggur tercatat cukup tinggi. Menurut data yang diperoleh dari BPS antara tahun 1997 - 1999 tingkat pengangguran berpendidikan Diploma 1/11 berturut­ turut : 37.676 orang (1997), 47.380 orang (1998) dan 90.230 orang (1999). Untuk tingkat pengangguran yang berpendidikan Diploma 111 berturut-turut: 104.054 orang (1997),128037 orang (1998) dan 153.696 orang (1999). Sementara itu untuk penganggur yang berpendidikan Sarjana tercatat 236.352 orang (1997}, 254.111 orang (1998) dan 310.947 orang (1999}.

Kemudian data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2015 sebanyak 7,56 juta orang, bertambah 320 ribu orang dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu 7,24 juta jiwa. Pada Agustus 2015, tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan didominasi oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12,65 persen, disusul Sekolah Menengah Atas sebesar 10,32 persen, Diploma 7,54 persen, Sarjana 6,40 persen, Sekolah Menengah Pertama 6,22 persen, dan Sekolah Dasar ke bawah 2,74 persen. Dari data tersebut dapat kita ketahui bahwa setiap tahun kurva pengangguran semakin naik.

Sehingga Dirjen Pendidikan Tinggi Departmen Pendidikan Nasional melalui suratnya yang ditujukan untuk seluruh Rektor PTN, Ketua sekolah tinggi Negeri, Direktur politeknik Negeri, Koordinator Kopetisi wilayah I – XII, Pengurus Pusat APTISI di Indonesia telah memohon agar PTN dan PTS tidak mengajukan usul pembukaan Program Studi baru dan/atau pengembangan kelembagaannya ke Direktorat Jenderal pendidikan tinggi. 

Dirjen Pendidikan Tinggi sedang menyusun (ulang) tata cara dan tata laksana perijinan pembukaan Program Studi baru. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat. Statistik (BPS), tercatat jumlah lulusan PTN perseptember 1999 tercatat data bahwa produksi PTN dalam meluluskan peserta didiknya sebesar 277.289 lulusan program diploma dan 78.045 lulusan program sarjana, termasuk di dalamnya lulusan Universitas Terbuka (UT).

Selain itu , Argo pambudi (UNY) dalam penelitiannya menyatakan Masalah pengelolaan Pendidikan Tinggidi Indonesia masih tetap bergerak diantara 2 pokok persoalan, yaitu masalah manajemen dan masalah akademik. Kedua masalah ini saling berkaitan. Disatu sisi pengelolaan pendidikan tinggi dituntut untuk meningkatkan efisiensi demi memenangkan kompetisi, namun karena lembaga tersebut juga mengemban nilai-nilai idealisme pendidikan maka efisiensi pengelolaan pendidikan tinggi tidak boleh mendominasi pengukuran keberhasilannya. lmplementasi nilai-nilai efisiensi sering tidak sejalan bahkan berkontradiksi - dengan nilai-nilai idealism yang harus dikembangkannya.

Banyak PTN yang meluluskan beribu-ribu mahasiswa yang bergelar S1 setiap tahunnya, bukan malah mengurangi pengangguran-pengangguran dengan membuka lapangan pekerjaan dilingkungan masyarakat sesuai dengan keahlian yang dimiliki, tapi malah membuat kurva pengangguran di Indonesia semakin tinggi, melambung naik pada setiap tahunnya.

Ada berapa analisa penulis, ketika mengidealkan hasil riset tersebut dengan beberapa kampus di Jember. Analisa tersebut ialah, Pertama Di kampus-kampus tersebut terjadi ketidakselarasan perjalanan nilai-nilai efisiensi dan nilai-nilai idealism kampus (management dan akademik). Di beberapa kampus yang ada di jember, “management” masih menjadi prioritas jika disejajarkan dengan hal akademik. 

Dalam beberapa kampus yang ada di jember, juga belum terdengar bahwa mereka mempunyai akses jurnal internasional untuk menunjang riset kampus agar lebih berkualitas dalam bidang akademik. Sehingga akademik di kamps-kampus tersebut, masih lemah. Kedua Para mahasiswa masih memprioritaskan cara untuk memperoleh nilai yang tinggi dari hasil evaluasi mata kuliah, daripada cara untuk menangkap ilmu yang akan diberikan oleh setiap dosen pada setiap berlangsungnya pembelajaran. Oleh sebab itu mayoritas mahasiswa akan menghalalkan segala cara untuk memperoleh nilai yang tinggi.

Alhasil mayoritas mahasiswa mempunyai nilai yang baik (cumlaude), namun intelektualisasi / kualitas dari mahasiswa tersebut, rendah. Sehingga ketika para lulusan tersebut dihadapkan dengan dunia luar, bersama masyarakat luas, mereka kurang mampu untuk mengimplementasikan ilmu-ilmu yang telah didapatnya selama di dunia perkuliahan. Sehingga pada akhirnya menjadi pengangguran yang mempunyai title sarjana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun