Lelaki dengan khas topi abu kacamata hitam ini selalu memberikan kepuasan terbaik bagi pelanggannya. Mendiskusikan kehidupan sosial, kebudayaan bahkan situasi politik di Indonesia menjadi tema diskusinya selalu dengan para pelanggan."Ketika rakyat sudah apolitis, apalagi kehidupan bernegara ini? Warung kopi menjadi tempat paling nyaman dan paling jujur membicarakan siapa pemimpin rakyat yang sebenarnya," Pak Tampubolon mempercayai hal tersebut. Sehingga dia selalu membuka kedai kopinya untuk membicarakan apa saja. "Kegelisahan rakyat soal harga pangan, layanan dasar (AIR, Listrik) yang amburadul, bahkan soal pendidikan yang mahal." Pak Tampubolon selalu memantik diskusi dengan pertanyaan gelisah.
Sangkin gelisahnya, bahkan kedai kopinya harus tutup jam 5 pagi ketika para warga gelisah (misalnya pengacara yang gelisah dengan situasi hukum yang terjadi di negara ini, pekerja yang gelisah dengan kebijakan soal tenaga kerja, mahasiswa yang gelisah dengan dosen killer, dll..ha..ha)
Kedai kopi Rodoasi yang dikelola pak Tampubolon sebagaimana kedai-kedai kopi di seluruh penjuru negeri membuka ruang untuk bicara apa saja. Seraya menyeruput segelas kopi hitam lokal yang menyadarkan bahwa kepahitan rasa itulah kenikmatan dan kehidupan itu sendiri. Dalam media sosialnya di facebook, pak Tampubolon berbagi semua hal tentang kopi, tentang situasi politik negeri, tentang kegelisahannya bahkan tentang romantismenya tentang negeri ini. Statusnya tanggal 15 Agustus 2020 bahkan  menulis "Asal kudengar Bung Karno membacakan Proklamasi Bulu Romaku Merinding". Beliau adalah salah satu pelaku ekonomi yang tidak hanya sekedar cerita uang dan ekonomi. Bahwa menjalani kehidupan adalah kombinasi antara politik, sosial, ekonomi, konflik dan sastra.
Bersama dengan Pak Tampubolon seraya minum kopi adalah sebuah cerita seru. Semua tentang Kopi dan Negeri Indah penuh sensasi bernama Indonesia.