Lihatlah gambar segitiga di atas, dengan sekali putar saja ke kanan, maka puncak atau pemenangnya menjadi Agus.
Sebagian pengamat subjektif menilai pesaing terberat Ahok ialah Anies? Dalam pandangan ini seakan posisi Agus sekadar “uji” cemburu politik? Sebaliknya, bila Agus yang diandalkan lawan terkuat Ahok, maka Anies dalam persepsi ini cuma “pemantik” api cinta politik?
Jangan-jangan bisa hasilnya tak terduga, sebagaimana pencalonan Agus dan Anies, sebelumnya. Dalam perspektif ini, Ahok hanya pasangan “tua” yang dimadu dalam cinta, bahkan diceraikan pemilihnya?
Begitulah, kadang dalam cinta, kehadiran orang ketiga diperlukan secara khayal atau nyata untuk menguji cinta pasangan dan membangkitkan gairah syhawati? Permainan api cinta cemburu dalam batas tertentu berguna mengikat emosi pasangan. Namun, jika api cemburu berlebihan bisa menjadi provokasi merusak hubungan.
Dalam cinta, orang bijak berpetuah, “Jika kamu mencintai satu orang, kamu disukai banyak orang. Tetapi, bila kamu mencintai banyak orang, kamu dibenci satu orang.”
Sebaliknya, dalam kampanye politik, kamu butuh voter banyak orang (massa). Meski demikian di TPS, cukup pilih satu orang saja. Pasalnya, memilih banyak orang di TPS membuat suara tidak sah atau batal. Hanya, dengan mencoblos satu orang, suara dihitung sah.
Apabila dalam hubungan cinta hanya melibatkan dua atau tiga orang, sedangkan politik melibatkan banyak orang, bahkan kekuasaan, keuangan (harta), dan kecintaan duniawi lainnya?
Hitungan cinta dapat diramal dengan sederhana, sedangkan politik sulit diprediksi lantaran menyangkut persepsi-propaganda banyak orang dan aspek lainnya. Malahan, rumus sudut segitiga 180 derajat dalam Matematika yang eksak; segitiga sama sisi, sama siku, sama kaki, dan sembarang. Bisa jadi tidak sesuai dengan realitas politik, karena terkait persepsi kepentingan.