Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Yudian Wahyudi Paling Pas Menjadi Menag?

17 Oktober 2019   15:55 Diperbarui: 17 Oktober 2019   16:05 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humas UIN Sunan Kalijaga / uin-suka.ac.id

Setiap tokoh tentu saja memiliki kelebihan dan keterbatasan, bahkan hajat untuk menjabat? Setiap pemimpin butuh orang sesuai kapasitas guna kebutuhan kepemimimpinannya, itulah yang disebut ahli sebagai seni memimpin dan menempatkan orang pada proporsi dan profesinya.

Tentu saja, kita maklumi hak mengangkat menteri adalah milik presiden. Begitu pun, sambil menunggu deg-degan "jantung politik" siapa saja yang bakal menjadi menteri Pak Jokowi-Ma'ruf Amin? Rasanya, tiada salah pula beropini dan berprediksi. Banyak analis pengamat di media dan masyarakat di media sosial deretan nama yang digadang menjadi menteri? Tapi, itu semua baru sebatas prediksi dan pengumuman pastinya hanya oleh presiden, Pak Jokowi. Ya. Kita nanti saja!

Lalu, kenapa saya harus beropini Yudian Wahyudi paling pas menjadi Menteri Agama RI? Karena berdasarkan pengkajian perbandingan saya terhadap beberapa tokoh kini (tanpa harus saya sebut nama mereka satu-satu per satu), Yudian paling hak? Kenapa? Karena beberapa alasan berikut:

Pertama, alasan keilmuan. Yudian Wahyudi tamatan Pesantren Tremas Pacitan, 1978 dan Al-Munawir Krapyak, 1979. Gelar BA dan Drs. Diperolehnya dari IAIN Sunan Kalijaga, 1982-1987. Yudian pernah kuliah di Fakultas Filsafat UGM, 1986. Lalu, Yudian me-nyambung master ke McGill University, Montreal Kanada, 1993. Seterusnya doktoral, dengan gelar Ph.D yang disandangnya dari McGill, 2002. Yudian menerbitkan lebih dari 53 terjemahan dari Arab, Inggris, dan Prancis ke dalam bahasa Indonesia. Selain tentunya, banyak karya publikasi dan buku karangannya. 

Yudian juga berpengalaman mempresentasikan makalah di forum internasional, yang melintasi lima benua, tak terkecuali kampus besar dunia: Harvard, Yale, dan Princeton. Koran Republika, edisi Senin, 06 April 2009 menayangkan hasil wawancara wartawan koran tersebut dengan Yudian, berjudul, "Prof Dr K Yudian Wahyudi dari Santri jadi Guru Besar di AS." Yudian-lah profesor pertama PTAIN yang berkantor di Harvard dan berhasil menerbitkan di Oxford University Press serta menjadi anggota American Association of University Profesors, Harvard University. Juga kini, Yudian Wahyudi adalah President of Asian Islamic Universities Association (AIUA). Yudian Wahyudi menguasai 4 bahasa: Arab, Inggris, Prancis, dan Jerman (yang terakhir ini bahasa Jerman dengan kombinasi sahabat akrabnya, Pak Sahiron Syamsuddin).

Yang lebih menarik mengenai keilmuan Pak Yudian, sekalipun dia kuliah di Kanada dan hingga menjadi dosen di Amerika, istilah yang digunakannya tetap mengacu pada khazanah keilmuan Islam, seperti ilmu ushul fikih, maqasidu syar'iyah dengan penafsirannya yang khas menjadi metode membedah setiap persoalan hukum, politik, pendidikan, ekonomi, sosial, pemikiran dan pembaharuan, dan sebagainya. Tidak hanya soal keilmuan yang mumpuni, ia kaya pijakan dasar keilmuan Islam yang relevan dengan tafsir kekinian. Sebagaimana kocaknya, dia mantan santri sarungan yang mengamerika, kadang ia mengunakan Jeans sebagaimana juga dalam satu unggahan facebooknya ia memakai sarung di hotel sambil menulis. 

Dari sudut keilmuannya juga Yudian memahami epistimologi permasalahan umat dan ia berlaku praktis terlibat lansung (bukan teoretis saja) dengan mendirikan pesantren Nawasea dan Sunan Averroes sebagai contoh sumbangsih positif untung bangsa dan negara. 

Bahkan Yudian mendirikan tarekat Sunan Anbia. Sebagai Tarekat Eksistensialis Positivis. indikatornya, pencapaian ilmu, kursi (kuasa), rizki, dan keturunan.

Kini, ia dengan menjadi rektor UIN Yogyakarta menjadikan UIN Jogja "world class university?" Di UIN Jogja secara kebangsaan didirikan Yudian Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara (PSPB). 

Hal itu semua menunjukkan keilmuan Yudian, dan kesiapan serta keberaniaannya untuk dilawantandingkan secara keilmuan sebagaimana tantangannya pada Menristekdikti M Nasir untuk adu kelebihan sebagai reaksi atas pernyataan Pak Nasir yang menyebut profesor tua kurang manfaat? 

Sebagian kecil kebijakan Yudian menimbulkan "kontroversi?", seperti pelarangan cadar di kampus UIN Jogja dan terakhir  mengenai sidang disertasi Abdul Aziz terkait tafsir Milk Al-Yamin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun