Mohon tunggu...
Sintong Silaban
Sintong Silaban Mohon Tunggu... profesional -

Berkeinginan terus membaca dan menulis selama ada di dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pileg dan Pilkada Telah Menghancurkan Moral Bangsa

1 November 2015   06:41 Diperbarui: 1 November 2015   06:41 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tentu ada satu dua anggota DPR dan DPRD di Indonesia yang terpilih bukan karena membeli suara pemilih dan bukan karena mengandalkan uang. Tapi siapapun tak dapat menyangkal bahwa sebagian besar caleg terpilih dalam pileg lalu terlibat dalam pembelian suara pemilih. Sangat mudah untuk mengetahui siapa-siapa anggota DPR dan DPRD yang terlibat money politics dalam pileg lalu (2014), cukup datangi dari pemilihan dari anggota DPR atau DPRD terpilih, tanya beberapa keluarga dan anggota masyarakat, mereka akan berbicara secara terus terang siapa yang mereka pilih dan berapa uang yang diterima. 

Kenapa masyarakat mau berterus terang? Karena soal menerima uang dari caleg atau calon kepala daerah sebagai kompensasi suara dalam pemilihan bukan lagi sesuatu yang rahasia. Semua sudah tahu sama tahu. Yang fatal, itu tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang tabu, yang salah, apalagi dianggap sebagai pelanggaran hukum.

Moral Hancur

Kalau ada caleg atau calon kepala daerah yang bagi-bagi uang uang kepada rakyat supaya dipilih, masih dapatkah disebut moral si caleg atau moral calon kepala daerah itu baik, bukankah mereka itu sudah calon pemimpin bermoral buruk? Kalau sebagian besar anggota DPR dan DPRD, dan kepala daerah di Indonesia saat ini pernah terlibat money politik, bahkan banyak yang terpilih karena kekuatan uang, masih layakkah mereka kita tempatkan sebagai pemimpin yang bermoral?

Jujur sejujur-jujurnya, moral bangsa ini sudah hancur lebur terutama soal uang. Dimana-mana sudah dengan kasat mata kita dapat menyaksikan banyak orang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Kalau ada pejabat jujur, hakim jujur, dan pengacara lurus, itu akan dianggap aneh. Sungguh sudah zaman edan.  Kalau saya atau Anda berbicara "salah, dosa, dan kejahatan kalau caleg atau calon kepala daerah melakukan money politics, dan juga salah/dosa/kejahatan kalau rakyat menerima uang sebagai kompensasi suara dalam pemilihan", maka saya dan Anda akan dianggap munafik, dianggap sok suci, dan dianggap tidak hidup di dunia nyata.

Sudah sebulan ini saya tinggal di Sumatera Utara, saya sudah berkeliling ke berbagai kota dan kabupaten. Saya melihat dan mendengar sendiri, betapa sudah masifnya jual-beli proyek, suap, sogok dan sebagainya di berbagai daerah. Hampir semua elemen masyarakat terlibat permainan kotor tapi sudah dianggap sebagai hal biasa. Salah satu informasi yang mengerikan bagi saya adalah bahwa di Sumatera Utara, kalau diteliti ada ribuan  ijajah sarjana palsu yang dimilik PNS. 

 

Pilkada Serentak Yg Lebih Menghancurkan

Beberapa bulan lalu, kita membaca berita bahwa beberapa parpol menyatakan tidak akan menarik mahar dari calon kepala daerah atau calon walikota. Nyatanya di daerah-daerah, hampir semua pasangan calon bupati/wakil dan pasangan calon walikota/wakil yang diusung parpol membayar mahar mahal kepada parpol. Di Sumatera Utara, terdapat 23 kabupaten dan kota yang akan ikut dalam pilkada serentak 2015. Di daerah ini, banyak pasangan calon yang mengeluarkan puluhan milyar rupiah untuk "membeli" partai.

Kenapa bisa sampai puluhan milyar rupiah? Di Sumut, pada 23 kabupaten/kota ada 7 pasangan calon bupati/wakil dan pasangan walikota/wakil yang memborong mayoritas partai pemilik suara di DPRD. Nah, pasangan calon yang "serakah" inilah yang terpaksa mengeluarkan uang puluhan milyar rupiah. Tujuan memborong partai sebanyak mungkin adalah untuk mematikan kesempatan bagi orang lain untuk ikut sebagai calon bupati atau walikota.

Banyaknya uang yang harus dikeluarkan pasangan calon untuk mendapatkan partai pengusung, itu sudah dimulai dari pendekatan ke DPC Parpol, DPD/DPW Parpol, sampai ke DPP Parpol. Modusnya pada umumnya tidak resmi, tetapi melalui kaki tangan parpol yang tidak lain adalah pengurus parpol yang kebanyakan sekaligus anggota badan legislatif ( anggota DPR dan DPRD).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun