Kamu memang tak sepuitis azhar nurun ala, juga tak pandai berkata seperti dilannya milea, tapi bagiku kamu adalah pencipta rindu, kata katamu penawar sendu. pertemuan kita memang terkesan semu, jarak diantara kita membentang terlampau jauh, perbedaan aku dan kamu seperti tak bisa disatukan, maksudku, sengaja diciptakan bukan untuk dipersatukan, hanya sekedar dipertemukan.
Apa ada yang salah dari pertemuan tanpa restu untuk dipersatukan? Apa ada yang salah dari perbedaan, sehingga aku dan kamu harus saling mengalah karena terlampau beda, seperti bulan dan matahari, ingin bersama tapi mereka beda. apa pantas matahari dan bulan yang kujadikan analogi? Sepertinya memang tidak, baiklah. Ku ulangi, aku dan kamu bagaikan matahari dan batuan kali, sekarang sudah terlmpau jauh bukan? Seperti aku dan kamu
Tapi bukannya perbedaan itu biasa? Bukannya perbedaan itu hal yang wajar? Lantas apakah pantas, perbedaan memisahkan aku dan kamu, membuatku serasa makin jauh dibawah kamu, matahari. Ah ya, rasanya sekarang aku lebih suka memanggilmu dengan sebutan matahari, panggilan baru ku, untukmu.
Kamu memang benar benar seperti matahari ditengah badai, mewah, indah dan membawakan setitik harapan akan masa depan, tapi aku yang hanya batu kali bisa apa? Aku membutuhkan kamu, matahari. Tapi dia, lebih membutuhkanmu, langit lebih membutuhkanmu. Dia setara denganmu, tinggi, megah dan indah
Matahari dan langit memang pasangan yang sangat serasi bukan? Lalu aku disini duduk terdiam menatap matahari dan langit yang bersanding dikala siang, aku tenggelam didalam kubangan kesakitan, karena kamu, matahariku. Cinta semu yang tak mungkin bisa ku dekap dalam gelap. Salam untuk kekasihmu sang langit, dari batuan kali.