Mohon tunggu...
Sinta
Sinta Mohon Tunggu... Mahasiswi

Menulis untuk memahami dunia—dan diri sendiri. Tertarik pada topik psikologi sosial, kehidupan sehari-hari, dan suara-suara yang sering terabaikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gen Z dan Tantangan Ekonomi: Antara Harapan dan Kenyataan

18 Mei 2025   23:05 Diperbarui: 18 Mei 2025   23:05 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi (Sumber: Freepik)

Generasi Z (Gen Z), yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kini mulai memasuki dunia kerja dan perlahan mengambil peran penting dalam dinamika perekonomian Indonesia. Dengan populasi yang mencapai sekitar 28% dari total penduduk, Gen Z bukan sekadar kelompok demografis, melainkan kekuatan ekonomi potensial yang bisa menentukan arah pembangunan nasional di masa depan. Mereka tumbuh di era digital, akrab dengan teknologi, dan cenderung memiliki pandangan yang lebih terbuka terhadap inovasi serta kewirausahaan. Namun, di balik potensi besar yang dimiliki, Gen Z juga menghadapi sejumlah tantangan serius di ranah ekonomi. Mulai dari sulitnya mendapatkan pekerjaan layak, meningkatnya biaya hidup, rendahnya literasi keuangan, hingga tekanan sosial yang mendorong gaya hidup konsumtif. Tantangan-tantangan inilah yang bisa menjadi batu sandungan jika tidak ditangani secara tepat oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, dunia usaha, dan Gen Z itu sendiri. 

Tingginya Tingkat Pengangguran di Kalangan Gen Z

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh Gen Z saat ini adalah tingginya tingkat pengangguran di kalangan mereka. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, tercatat bahwa sekitar 70% dari total pengangguran di Indonesia berasal dari kelompok usia Gen Z, dengan angka yang mencengangkan—lebih dari 5 juta jiwa. Ini bukan sekadar angka statistik, tetapi potret nyata dari kesulitan generasi muda dalam mengakses dunia kerja yang layak dan berkelanjutan. Lebih memprihatinkan lagi, sekitar 17,16% dari mereka mengaku merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, mencerminkan adanya krisis kepercayaan diri dan keputusasaan yang mengakar. Fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa tantangan struktural seperti ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan muda dengan kebutuhan industri, minimnya lapangan kerja produktif, serta ketatnya persaingan kerja menjadi hambatan serius bagi Gen Z dalam meraih kemandirian ekonomi.

Rendahnya Literasi Keuangan

Selain menghadapi tantangan dalam dunia kerja, Gen Z juga dihadapkan pada persoalan serius di bidang literasi keuangan. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024, tercatat bahwa indeks literasi keuangan pada kelompok usia 18–25 tahun hanya mencapai 73,22%. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar Gen Z belum sepenuhnya memahami konsep dasar pengelolaan keuangan, seperti perencanaan anggaran, tabungan, investasi, hingga pengelolaan utang. Dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih dewasa, capaian ini masih tergolong rendah dan menunjukkan adanya kebutuhan mendesak akan edukasi finansial yang relevan dan mudah diakses. Akibatnya, banyak anak muda dari generasi ini rentan mengalami masalah keuangan—dari gaya hidup konsumtif, belanja impulsif, hingga terjerat utang dari layanan paylater atau pinjaman online. Tanpa pemahaman yang cukup, mereka sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan, serta tidak memiliki perencanaan jangka panjang untuk masa depan keuangan mereka. Kondisi ini dapat menghambat kemampuan Gen Z untuk membangun kestabilan ekonomi pribadi dan turut serta secara optimal dalam pembangunan ekonomi nasional.

Gaya Hidup Konsumtif dan Tantangan Finansial

Gaya hidup konsumtif juga menjadi tantangan bagi Gen Z. Kemudahan akses terhadap teknologi dan platform belanja online membuat generasi ini cenderung mengutamakan konsumsi dibandingkan menabung atau berinvestasi. Fenomena "pay later" atau beli sekarang bayar nanti semakin memperparah kondisi ini, karena banyak Gen Z yang terjebak dalam utang konsumtif tanpa perencanaan keuangan yang matang.

Dominasi Gig Economy dan Ketidakpastian Pekerjaan

Perkembangan teknologi yang pesat turut mendorong munculnya fenomena gig economy, sebuah model pekerjaan yang kini semakin diminati oleh banyak Gen Z. Dalam gig economy, mereka lebih memilih pekerjaan lepas atau freelance dibandingkan pekerjaan tetap, karena menawarkan fleksibilitas waktu dan kesempatan untuk mengembangkan berbagai keterampilan secara mandiri. Namun, meskipun terlihat menguntungkan dari sisi kebebasan dan variasi pekerjaan, model ini juga menyimpan risiko yang tidak sedikit. Pekerjaan dalam gig economy umumnya tidak memberikan jaminan sosial seperti asuransi kesehatan, tunjangan hari tua, atau dana pensiun, sehingga menimbulkan ketidakpastian ekonomi jangka panjang bagi para pelakunya. Kondisi ini membuat banyak Gen Z harus berjuang ekstra dalam mengelola keamanan finansial dan perlindungan sosial mereka, yang jika tidak ditangani dengan baik, bisa berdampak pada kesejahteraan dan stabilitas hidup mereka ke depan.

Tantangan Biaya Hidup dan Upah yang Tidak Seimbang

Kenaikan biaya hidup, terutama di kota-kota besar, menjadi beban tambahan yang sangat dirasakan oleh Gen Z. Survei menunjukkan bahwa sekitar 66% dari generasi ini menganggap kenaikan biaya hidup sebagai tantangan utama dalam mengelola keuangan sehari-hari. Harga kebutuhan pokok seperti pangan, transportasi, hingga tempat tinggal terus merangkak naik tanpa diikuti peningkatan penghasilan yang seimbang. Dengan upah rata-rata yang berkisar antara Rp2,2 juta hingga Rp3,4 juta per bulan, banyak Gen Z yang merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka secara layak. Kondisi ini menimbulkan tekanan ekonomi yang cukup besar, memaksa mereka untuk mencari berbagai cara agar pengeluaran tetap terkendali, meski pada kenyataannya sulit untuk menabung atau melakukan investasi jangka panjang. Beban biaya hidup yang tinggi ini tidak hanya menghambat kesejahteraan finansial, tetapi juga bisa mempengaruhi kesehatan mental dan motivasi kerja generasi muda tersebut.

Solusi dan Harapan ke Depan

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah perlu menyediakan program pelatihan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, serta memberikan dukungan bagi wirausaha muda. Lembaga keuangan pun harus aktif dalam meningkatkan literasi keuangan di kalangan Gen Z melalui edukasi dan penyediaan produk keuangan yang ramah bagi generasi muda. Sementara itu, Gen Z sendiri perlu meningkatkan keterampilan, baik teknis maupun soft skills, serta membangun kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan dan investasi untuk masa depan.

Gen Z memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Namun, berbagai tantangan ekonomi yang mereka hadapi saat ini memerlukan perhatian serius dan solusi yang tepat. Dengan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan Gen Z sendiri, diharapkan generasi ini dapat mengatasi tantangan tersebut dan berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan ekonomi nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun