Mohon tunggu...
Maulana Azhar Imani
Maulana Azhar Imani Mohon Tunggu... Sekretaris

Hobi olahraga pencak silat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Melawan Budaya Bullying dari lingkungan sekolah hingga media Sosial

13 Oktober 2025   12:34 Diperbarui: 13 Oktober 2025   12:34 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut siti nur salima dari kompasiana Bullying, penindasan, perundungan adalah sebuah bentuk kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau lebih di dalam satu grup, dengan tujuan untuk menyakiti hati, mental, dan fisik korban secara terus menerus. Terkadang munculnya fenomena bullying disebabkan melalui suatu faktor yaitu faktor gaya hidup, fisik, dan pekerjaan orang tua.

Menurut sulastri dari kompasiana Maraknya kasus bullying di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Dimana sekolah yang harusnya menjadi tempat menimba ilmu malah menjadi tempat untuk melakukan aksi yang meyimpang. Kasus bullying atau perundungan tampak sudah menjadi hal yang tak lumrah di kalangan masyarakat. Banyak sekali pemberitaan terkait kasus bullying di media massa seperti koran, televisi, radio bahkan beredar video-video perundungan di media sosial. Hal ini bukanlah masalah yang sepele. Pelaku bullying perlu ditindak dan diberi arahan agar mereka sadar bahwa tindakan tersebut merupakan perbuatan yang tidak baik.

Menurut dari data kasus bullying terbaru tahun 2024 Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat terdapat 573 kasus kekerasan yang dilaporkan di lingkungan pendidikan, termasuk sekolah, madrasah, dan pesantren. Jumlah ini mengalami lonjakan yang signifikan. Sebagai perbandingan, pada 2020 tercatat 91 kasus kekerasan yang diterima. Jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi 142 kasus pada 2021, 194 kasus pada 2022, dan 285 kasus pada 2023.

Disisi lain Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik dan atau psikis. Kasus kekerasan fisik dan psikis tersebut meliputi penganiayaan mencapai 574 kasus, kekerasan psikis 515 kasus, pembunuhan 35 kasus, dan anak korban tawuran 14 kasus. Para pelaku yang melakukan kekerasan fisik dan/atau psikis terhadap korban, umumnya adalah orang yang dikenal oleh korban seperti teman, tetangga, guru, bahkan orang tua.

Selain kekerasan fisik dan psikis, sebanyak 859 kasus anak juga dilaporkan sebagai korban kejahatan seksual. Adapun sebanyak 345 kasus anak sebagai korban pornografi dan cybercrime. Kemudian, sebanyak 175 kasus anak dilaporkan sebagai korban perlakuan salah dan penelantaran, serta 147 kasus anak korban eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual. Sementara, ada 126 kasus anak berhadapan dengan hukum sebagai pelaku.

Berdasarkan hasil survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), sebanyak satu dari tiga remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. Jumlah itu setara dengan 15,5 juta remaja di dalam negeri. Gangguan cemas menjadi gangguan mental paling banyak diderita oleh remaja, yakni 3,7%. Gangguan mental tersebut merupakan gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas secara menyeluruh. Posisinya diikuti oleh gangguan depresi mayor dengan proporsi 1%. Masalah kesehatan mental terbanyak berikutnya adalah gangguan perilaku sebesar 0,9%.

Dalam hal ini Perilaku bullying bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28B ayat 2 berbunyi, "Menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".

Kepala Dinas Pendidikan kabupaten banyuwangi suratno dari britabwi menjelaskan bahwa "Perlu kontrol sosial yang sangat ketat untuk mencegah terjadinya perundungan. Ini tanggung jawab bersama antara pihak sekolah, orang tua, dan semua pihak. Pendidikan di sekolah dengan Merdeka Belajar dan Implementasi P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) secara rutin memang berisi materi positif untuk tumbuh kembang anak. Namun kepedulian orang tua dan masyarakat merupakan bagian dari ekosistem yang tidak bisa terlepaskan,"

Ditinjau dari beberapa kasus-kasus bullying yang terjadi diatas, terlihat bahwasanya kasus bullying benar-benar meresahkan pada lingkungan masyarakat sekitar, baik dari mulai tingkat usia dini sampai kalangan remaja dan mahasiswa pun semua merasakanya. Hal tersebut berdampak buruk bagi para korban bullying karena dapat mempengaruhi dari segi kesehatan mental seperti; sulit untuk tidur, selalu merasakan hal yang cemas dan ketakutan, tidak percaya diri, diirngi dengan depresi dan yang pada ujungnya bisa menyebabkan hal yang sangat burut dengan bunuh diri.

Untuk mengatasi beberapa hal dari kasus bullying, maka perlu adanya dengan tindakan dari berbagai kalangan yang mampu mendorong untuk melawan budaya bullying tersebut. Maka yang pertama, ada kehadiran dari seorang guru untuk bisa menjadi pendamping untuk senantiasa mendorong agarr terhindar dari bullying baik antara individu maupun antara kelompok lain, kemudian bisa menjadi bahan diskusi kepada anak anak yang mengalami gangguan mental akbita dampak dari bullying, senantiasa memberikan motivasi yang baik kepada anak anaknya. Yang kedua, dari pihak keluarga yang tidak kalah pentingnya orang tua selalu memantau perilaku anak dalam kehidapan sehari-harinya, baik di dunia nyata maupun di dunia digital. Dengan komunikasi yang terbuka, anak akan lebih mudah bercerita ketika mengalami atau menyaksikan kasus bullying. Dan yang ketiga, dengan media sosial yang tidak ketinggalan dengan zaman sekarang yang sangat penting. Termasuk dari Komentar kasar, penyebaran kebencian, atau penghinaan di dunia maya dapat berdampak fatal. Oleh sebab itu, pengguna media sosial harus memiliki literasi digital yang kuat bijak dalam berkomentar, menahan diri dari menyebarkan konten negatif, dan menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan positif. 

Agar semuanya saling berkesinambungan maka Keluarga yang harmonis menjadi pondasi bagi anak untuk tumbuh percaya diri dan menghormati orang lain. adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, masyarakat, dan pengguna media sosial. Dengan kerja sama yang solid, diharapkan generasi muda tumbuh dalam lingkungan yang saling menghormati, tanpa rasa takut, dan berani melawan ketidakadilan dari kasus bullying.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun