Mohon tunggu...
Sindi Darmawan Prasetyo
Sindi Darmawan Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca yang ingin menulis

Menulis sedikit tapi bermanfaat, karena memberi inspirasi lebih penting dari sekedar menjadi viral

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Logika Membuka Pintu Masuk Wisatawan dan Menutup Pintu untuk Corona Lewat Tuan Rumah Event Olahraga Internasional

12 Maret 2020   17:17 Diperbarui: 12 Maret 2020   17:18 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pixabay/Alexandra Koch

Tahun 2020 menjadi momen penting bagi olahraga Indonesia. Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah beberapa event olahraga internasional. Olahraga populer seperti bulutangkis, sepak bola, balap formula E hingga e-sport bakal digelar di tanah air.

Menjadi penyelenggara event olahraga internasional tidak mudah. Indonesia harus melalui proses lelang (bidding), yang melibatkan calon-calon tuan rumah lainnya. Sebelum federasi olahraga bersangkutan menentukan pilihan penyelenggara.

Setelah ditunjuk, tuan rumah akan mempersiapkan infrastruktur yang mendukung pelaksanaan event. Sejumlah modal disiapkan untuk rehabilitasi fasilitas olahraga, akomodasi, hingga sarana dan prasarana pendukung teknis lainnya.

Dengan modal seperti itu, apa yang bisa dihasilkan dari event olahraga internasional? Motif penyelenggara bukan semata untuk mengejar keuntungan ekonomi. Hampir mustahil biaya persiapan yang dikeluarkan tuan rumah yang besar bisa balik modal dari penyelenggaraan event yang singkat.

Tujuan yang lebih penting adalah ekspos internasional. Tuan rumah akan diberitakan dan mendapat perhatian luas dari media-media internasional, sehingga bisa menjadi instrumen branding untuk memperkenalkan negara kepada dunia. Kunjungan wisatawan dan dampak ekonomi jangka panjang menjadi tujuan turunan yang diharapkan.

Tapi kepercayaan internasional pada Indonesia datang di waktu yang kurang tepat. 2 Maret 2020 pemerintah mengumumkan kasus pertama Corona di Indonesia. Potensi penyebaran virus lintas spasial jadi ancaman bagi event olahraga internasional yang akan berlangsung di Indonesia. Maksud mendatangkan banyak wisatawan dari gelaran olahraga bisa menjadi jalan masuk virus Corona ke Indonesia.
Apa masih masuk akal bagi Indonesia untuk tetap menyelenggarakan event? Atau pembatalan menjadi opsi yang lebih baik.

Gengsi tuan rumah, perhitungan bisnis dan keselamatan warga negara

Dari sekian event olahraga internasional yang bakal berlangsung di Indonesia, bulutangkis dan Formula E adalah yang paling menyita perhatian dunia. Ada tiga kejuaraan bulutangkis internasional yang akan digelar tahun ini, yaitu Indonesia Open 2020 (Juni), Indonesia Master 2020 Super 100 (September), dan Indonesia International Challenge 2020 (Oktober). DI ajang Formula E, Indonesia kebagian menyelenggarakan seri ke-10 pada bulan Juni.

Dari perspektif kepentingan tuan rumah ada gengsi yang dipertaruhkan. Bagaimana Indonesia yang punya tradisi kuat di bulutangkis sehingga ditunjuk BWF untuk menyelenggarakan tiga event besar dalam satu tahun adalah kebanggaan. Bagaimana pula Formula E yang sedang naik daun mempercayakan Indonesia menjadi yang pertama dan satu-satunya tuan rumah dari Asia Tenggara, adalah kehormatan. Ini adalah tentang memanfaatkan kesempatan atas kepercayaan internasional yang telah diberikan. Jika berhasil, Indonesia akan semakin dikenal dunia. Jika tidak dimanfaatkan, akan ada tuan rumah lain yang siap mencuri peluang.

Persepktif ke dua adalah tentang perhitungan bisnis. Ada hitung-hitungan modal baik dari penyelenggara lokal maupun sponsor yang dialokasikan untuk penyelenggaraan event. Jika event dibatalkan maka ada dampak masif dari sisi pendapatan. Kondisi ini juga berpotensi memperburuk hubungan dengan sponsor, yang mungkin bisa dilibatkan pada event-event yang akan datang.

Dilansir dari CNN Indonesia.com, pemerintah sudah menyetor Rp. 360 Miliar sebagai commitment fee ke Federation Internationale de I'Automobile (promotor Formula E) dan Rp. 934 Miliar untuk biaya penyelenggaraan. Asumsi dampak peningkatan ekonomi selama balapan diperkirakan mencapai 78 juta euro atau Rp. 1,2 Triliun. Pemerintah juga sudah memberikan alternatif rencana ke federasi balap mobil internasional (FIA) dan mulai melakukan persiapan teknis. Artinya jika penyelenggaraan dibatalkan, maka tuan rumah akan mengalami kerugian materi dan effort.

Hal yang sama terjadi di bulutangkis. BWF menghendaki agar jadwal kejuaraan BWF World Tour Super 1000 tidak dirubah. Indonesia Open yang akan digelar Juni mendatang termasuk salah satunya. Hal ini dipertimbangkan karena kepentingan sponsor yang berkontribusi dalam setiap penyelenggaran turnamen.
Perspektif ke tiga adalah tentang kepentingan nasional yang paling utama, yaitu melindungi keselamatan warga negara. Baik bulutangkis dan Formula E punya banyak penggemar di seluruh dunia. Menjadi tuan rumah berarti pula siap menerima tamu dari mancanegara.

Di tengah isu global penyebaran virus Corona, maka Corona bisa saja jadi tamu tak diundang. Tiongkok sebagai tempat pertama ditemukannya virus adalah negara yang punya hubungan kuat di olahraga.

Di bulutangkis, atlet-atlet bulutangkis Tiongkok menduduki peringkat BWF terbaik di tiga nomor saat ini. Kehadiran mereka di suatu kejuaraan adalah daya tarik turnamen.

Di Formula E, juara konstruktor 2018-2019, DS Techeetah adalah tim yang berbasis di Tiongkok. Lalu masih ada 11 tim Formula E lain yang berasal dari negara yang sudah terjangkit virus Corona.

Profil peserta cukup menggambarkan potensi pembawa virus. Belum lagi potensi yang dibawa oleh penggemar dari mancanegara yang sulit diuraikan satu per satu.

Menunggu keputusan bijak

Berkaca dari apa yang sudah dilakukan oleh negara lain sebagai tuan rumah event olahraga internasional. Bagaimana Thailand memutuskan menunda seri MotoGP saat temuan kasus Corona di negaranya mencapai 50 kasus. Atau Qatar yang membatalkan seri pembuka MotoGP saat ditemukan 12 kasus.
Indonesia juga harus mawas diri. Temuan dua kasus positif Corona pada tanggal 2 Maret 2020 hingga bertambah menjadi 34 kasus hari ini (12/3), adalah indikasi bahwa pemerintah belum mampu membendung penyebaran virus.

Fakta itu tentu berdampak luas. Jangankan menyelenggarakan event untuk menjaring wisatawan, wisatawan saja enggan bepergian ke Indonesia dalam kondisi seperti ini. Jika event dipaksakan tetap berjalan maka potensi penonton akan sepi. Promosi tidak optimal dan hitung-hitungan bisnis pun tidak akan tercapai. Yang lebih parah, ancaman penyebaran virus Corona semakin terbuka.

Waktu menuju bulan Juni adalah momen yang bisa kita manfaatkan untuk 'wait and see'. Tapi penyelenggara Formula E memberi kabar lebih awal. Dilansir dari CNN Indonesia, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengirim surat kepada Organizing Committee (OC) Jakarta E Prix tertanggal 11/3 yang berbunyi, "Mencermati perkembangan COVID-19 di berbagai belahan dunia khususnya di Jakarta, maka penyelenggaraan Formula E yang semula dijadwalkan pada bulan Juni 2020 agar ditunda pelaksanaannya."

Kita belum tahu perkembangan dari penyelenggaraan event internasional bulutangkis yang juga berlangsung di bulan Juni, dan beberapa olahraga lain yang direncanakan setelahnya. Tapi setidaknya keputusan menunda penyelenggaraan Formula E cukup menggambarkan sikap pemerintah bahwa keselamatan warga negara lebih penting dari sebuah gengsi dan kepentingan bisnis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun