"Yes!! Akhirnya!" ujar kembaranku memecah kebekuan.
      "Sst... kita dengar dulu."
      Kami menunggu dan menunggu.
      "Satu... dua... tiga... empat... lima..." hitungku dalam hati. Aku membayangkan rona wajah gadis di depan Tuanku. Senang? Kaget? Bingung?
      "Hmm..." Akhirnya suara itu terdengar. "Minta waktu ya."
      Kembali aku dan kembaranku berpandanggan. Bukan itu jawaban yang kami inginkan.
      "Dua minggu." Nona itu melanjutkan perkataannya.
      Entah bagaimana perasaan Tuanku tapi adrenalinnya perlahan menyurut. Rupa-rupanya ketegangannya untuk mengungkapkan perasaannya yang memacu adrenalin meningkat. Tak berapa lama pertemuan berakhir dengan lambaian tangan sang nona dari dalam angkot. Tuanku menatap angkot yang menjauh yang membawa pujaan hatinya kembali ke rumahnya.
      Kami melangkah menyeberangi Jalan Setiabudi dengan hati-hati. Langkah kami langkah-langkah ringan. Aku mendengar Tuanku bersenandung seolah-olah waktu yang disyaratkan sang nona bukan suatu masalah. Selarik lagu jatuh cinta berjuta rasanya mengiringi jejak-jejak kami mendekat ke kamar kost Tuanku.
      "Berapa lama, ya kita menunggu dari hiking tengah malam?"
      "Maksudnya?" Aku balas bertanya pada kembaranku.