Mohon tunggu...
Simon Sutono
Simon Sutono Mohon Tunggu... Guru - Impian bekaskan jejak untuk sua Sang Pemberi Asa

Nada impian Rajut kata bermakna Mengasah rasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Irene

16 Februari 2021   23:25 Diperbarui: 16 Februari 2021   23:51 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Irene meraba dompet kecil di tangannya. Isinya sesak dan menguatkan keyakinannya Irene jumlah uang di dalamnya. "Pasti cukup," pikirnya. Gadis itu menoleh ke pintu ketika didengarnya ada langkah kaki. Diselipkannya dompet itu di saku roknya.

***

"Kamu tidak menghargai saya." Ungkapan itu mengagetkan Irene. Ia tidak berani mendongak ke arah suara. Mukanya memucat. Bibirnya bergetar. Ia tepekur dengan mata menatap pulpen di hadapannya. Gadis itu pasrah ketika tangan Bu Lastri merampas novel di pangkuannya. 

"Ketemu saya pulang sekolah," ucapnya seraya berjalan menuju meja guru. Dua puluh lima menit selanjutnya terasa berjam-jam bagi Irene. Ketika bel istirahat berbunyi, tanpa sadar ia menghembuskan nafas panjang. Lega. Tapi hanya sesaat. Dewi yang beranjak dan menuju bangkunya memupuskan rasa leganya.

"Sudah kubilang. Jatah bacamu sudah selesai. Coba kalau tadi pagi novel itu kamu kembalikan. Tidak akan ada kejadian kayak ini. Terus yang lain mau baca novel dari mana?" Dewi memberondong Irene dengan omelan. Mukanya tampak kesal. 

"Sorry, Wi. Iya mestinya novel itu kubalikkan. Ntar nanti aku urus," jawab Irene pelan. Ia tidak berusaha membela diri. 

"Pokoknya besok novel itu harus sudah ada. Aku sudah berkorban beli novel itu biar kelompok kita bisa bereskan tugas. Sekarang malah dirampas novelnya," sungut Dewi seraya meninggalkan Irene. 

Gadis itu termangu. Ritualnya membuka dan memakan bekal di jam istirahat terabaikan. Seleranya hilang. Bukan perutnya yang protes, tapi kepalanya.

"Gimana novel itu bisa balik, ya?" pikirnya seraya memijit pelipisnya. Ia menggeleng-gelengkan kepala ketika wajah Bu Lastri melintas di benaknya. 

"Mana berani aku ketemu dia. Bisa-bisa didamprat lagi. Tapi, resensinya bagaimana? Yang lain belum baca," keluh Irene dalam hati. Ini menelungkupkan kepala di meja sebelum menyadari kelas sepi tanpa siswa, kecuali dirinya.

Keengganan Irene bertemu Bu Lastri sepertinya didukung kejadian usai pelajaran terakhir. Selama dua puluh menit siswa di kelas Irene tertahan di kelas. Dompet uang kas kelas hilang. Begitu laporan Dewi, bendahara kelas. Maka, wali kelas dan wakasek kesiswaan merazia siswa dan tasnya. Keluhan siswa yang keberatan karena jam pulang menjadi molor tidak menghentikan tindakan guru. Hasil razia nihil. Dompet tidak ditemukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun