Mohon tunggu...
Silvia Rizkiatul Munawaroh
Silvia Rizkiatul Munawaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

listening music

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Tradisi ke Toleransi: Maulid Nabi di Jepara dan Kewarganegaraan Multikultural

19 Mei 2025   21:42 Diperbarui: 19 Mei 2025   21:48 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jepara --- Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, tak hanya dikenal sebagai kota ukir yang mendunia. Di balik gemerlap mebel dan kerajinan, Jepara juga punya tradisi keislaman yang kuat dan membumi. Salah satunya adalah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dirayakan penuh khidmat dan kehangatan sosial. Bukan sekadar seremonial keagamaan, Maulid di Jepara menjadi peristiwa budaya dan spiritual yang hidup, menyatukan warga dalam nuansa gotong royong, kebersamaan, dan tentu saja kecintaan pada Sang Nabi.

Suasana malam Maulid di Jepara begitu khas. Lantunan shalawat menggema di masjid, langgar, hingga rumah-rumah warga. Kitab Al-Barzanji dibacakan, menceritakan kisah kelahiran dan kemuliaan Rasulullah SAW. Setelahnya, warga menggelar jaburan ritual membagikan nasi berkat, jajanan pasar, buah-buahan, dan lauk pauk yang dibawa dari rumah. Semua dimakan bersama, duduk lesehan, tanpa sekat status atau jabatan. "Yang bikin hangat itu pas makan bareng. Ngobrol sama tetangga, saling tukar kabar. Ini bukan cuma soal agama, tapi soal kebersamaan," kata Slamet, warga Mayong, Jepara.

Sebuah penelitian dari Masjid Al-Huda, Ponorogo, menemukan bahwa tradisi Maulid juga sarat nilai dakwah. Mulai dari nilai keagamaan, pendidikan, ekonomi, hingga seni dan solidaritas. Nilai-nilai ini juga hidup dalam Maulid versi Jepara. Misalnya, kesederhanaan ambengan mengajarkan makna berbagi. Tausiyah berisi cerita Nabi membangun pengetahuan agama warga. Bahkan iringan hadrah yang dimainkan remaja masjid menjadi media dakwah lewat seni. "Dakwah itu enggak harus ceramah. Lewat nasi, lewat rebana, itu juga bisa jadi jalan kebaikan," kata seorang tokoh agama di Jepara.

Yang menarik, tidak semua warga Jepara merayakan Maulid dengan cara yang sama. Warga dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) cenderung merayakan Maulid sebagai bentuk cinta pada Nabi. Sedangkan sebagian warga Muhammadiyah memilih tidak ikut serta, dengan alasan menjaga kemurnian ajaran. Meski berbeda pandangan, tidak ada gesekan. Yang ada justru saling menghormati. "Beda pandangan itu biasa. Tapi kita tetap hidup rukun. Justru dari situ kita belajar toleransi," ujar Yani, tokoh masyarakat Kecamatan Mlonggo.

Menurut pakar pendidikan James A. Banks, tradisi seperti ini sebenarnya bagian dari pendidikan kewarganegaraan multikultural. Tradisi lokal seperti Maulid di Jepara mengajarkan nilai global: toleransi, gotong royong, dan cinta damai. Bahkan, dalam konsep "cosmopolitan citizenship", tradisi seperti ini bukan hanya memperkuat identitas lokal, tapi juga membentuk warga negara yang sadar akan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Di era yang makin individualis, tradisi Maulid menjadi oase kebersamaan. Ia menyatukan warga, membuka ruang interaksi lintas generasi, bahkan menggerakkan ekonomi kecil dari pedagang kue hingga tukang ayam potong. "Kalau pas Maulid, dagangan saya laris. Alhamdulillah, bisa ikut senang walau enggak ikut pengajian," kata Bu Minah, pedagang pasar di pinggiran Jepara.

Maulid Nabi di Jepara adalah bukti bahwa agama dan budaya bisa jalan beriringan. Ia tidak berhenti di tataran simbol, tapi menghidupkan nilai-nilai sosial, spiritual, dan edukatif dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah modernitas dan gempuran digital, tradisi ini masih berdiri kokoh menjadi jembatan antara masa lalu yang penuh teladan dan masa kini yang penuh tantangan.

Daftar  Pustaka

Banks, J. A. (Ed.). (2004). Diversity and Citizenship Education: Global Perspectives. San Francisco: Jossey-Bass.

Fatmawati, F. (2020). Nilai Dakwah dalam Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW pada Jama'ah Masjid Al-Huda Desa Karang Joho Kecamatan Badegan. JCD: Journal of Community Development and Disaster Management, 2(2), 63--69.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun