Singkat cerita, tibalah saatnya Pilpres.
Dan hasilnya pun tetap dimenangkan oleh Ferdinand Marcos.
Kemenangan itu membuat sebagian orang berbahagia namun ada sebagian lagi ingin menolak kemenangan itu.
Kelompok yang menolak kemenangan itu tentu tidaklah begitu berarti bagi Ferdinand Marcos karena dengan jumlah suara yang lebih banyak telah membuktikan bahwa jumlah orang yang bahagia menerima kemenangannya tentu akan lebih banyak.
Tapi sayang cukup disayang.
Orang-orang yang menolak kemenangan itu berkumpul di Epifanio de los Santos Avenue (EDSA)
Mereka berkumpul sambil berdoa bersama para pemuka agama untuk menguatkan doa doa mereka. 22 Februari 1986.
Mereka berkumpul menyampaikan kepada publik tentang hal hal yang sebenarnya terjadi di pemerintahan Ferdinand Marcos.
Dengan dukungan doa doa para pemuka agama mereka tidak takut mati ditembak oleh militer, tiada henti 24 jam mereka berkumpul untuk menyampaikan segala hal kecurangan pemerintah kepada masyarakat dan akhirnya dukungan pun terus bertambah.
Hal yang mereka sampaikan terkait ekonomi rakyat, korupsi, hutang luar negeri, pembodohan publik, kecurangan Pilpres, dll.
Aksi itu merupakan aksi damai tanpa kekerasan dan berlangsung selama empat hari hingga mengundang perhatian seluruh masyarakat Filipina dan juga perhatian dari luar negeri.