Mohon tunggu...
A. Husna
A. Husna Mohon Tunggu... -

Hanya ingin menuliskan "kisah kecil" tentang Pak Ustadz. (Bisa ditemui di \r\nhttp://petisikotbah.wordpress.com)\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Anak-Anak Muda Jompo

25 Januari 2011   03:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:13 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295926027717892207

Pagi subuh. Pak Ustadz bergegas hendak pergi ke masjid. Entah masjid apa. Pak Ustadz tidak tahu. Ia hanya mendengar panggilan sholat itu terus bergema di atas langit menjelang fajar. Pada sebuah daerah yang Pak Ustadz sendiri tidak terlalu memahaminya. Akibat mobilnya mogok di tengah perjalanan, Pak Ustadz terpaksa terlambat pulang dan kemalaman. Pak Ustadz masuk ke masjid yang agak jauh dari sebuah gang. Mobilnya diparkir di pinggir jalan dan ia berjalan kaki. Setelah berwudhu, Pak Ustadz melaksanakan sholat sunnah dua rakaat. Beberapa orang masuk ke dalam masjid. Hanya beberapa, ya beberapa. Mungkin sekitar lima atau enam orang. Tak lebih. Di masjid itu Pak Ustadz melemparkan pandangannya. Hatinya sedikit tergetar. Pak Ustadz hanya bertemu orang-orang yang sudah tua. Rata-rata mereka sudah berumur enampuluh tahun ke atas. Bahkan Pak Ustadz masih sempat melihat ada seorang lelaki yang seolah terhuyung-huyung saat masuk ke masjid. Renta. Ah, pasti lebih dari tujuhpuluh tahun. Ke mana anak-anak muda di kampung ini? Adakah kampung ini masih memiliki anak-anak muda yang kekar, berotot, dan punya vitalitas tinggi? batin Pak Ustadz bertanya. Tapi, hingga iqamah dan sholat subuh berjamaah berlangsung, Pak Ustadz tak menemukan anak-anak muda di situ. Anak-anak muda di situ seolah ditelan kelam malam. Seusai sholat, iseng-iseng Pak Ustadz bertanya kepada orang tua yang menjadi imam. Saat berjalan menuju pulang. Dengan perlahan-lahan. "Maaf, Pak. Aneh, kenapa ya sholat subuh di masjid ini hanya terisi oleh orang-orang tua saja? Ke mana anak-anak muda di kampung ini?" Orang tua yang tadi menjadi imam itu tersenyum kepada Pak Ustadz. Nyinyir, ya senyum nyinyir. Mulutnya sama sekali tidak mengeluarkan suara. Pak Ustadz menjadi sedikit penasaran. "Kenapa ya, Pak?" ulang Pak Ustadz. Sedikit menegaskan. Kini, senyum di bibir orang tua itu lenyap. Wajahnya seperti mendung. Gelap. Lalu dari mulutnya keluar kata-kata keras. "Anak-anak muda di sini sudah tak ada. Kalapun ada, mereka hanyalah anak-anak muda yang tak ubahnya gerembolan keledai di siang hari. Lambat, malas, dan dekat dengan kebingungan. Tapi, di malam hari mereka layaknya seonggok bangkai. Tidur tak bergerak, enggan untuk bangun, dan susah untuk bangkit." Pak Ustadz terkejut. Ia tak menyangka orang tua itu bisa berkata begitu keras, tajam, seolah tanpa tedeng aling-aling. Hati ak Ustadz menjadi semakin penasaran. "Kok bisa, Pak?" "Bisa saja. Sebab anak-anak muda di sini adalah anak-anak muda yang sudah menjadi jompo." Pak Ustadz kembali terkejut. Hatinya tiba-tiba sedikit terluka. Anak-anak muda jompo? Ah, pasti begitu banyak di negeri ini anak-anak muda yang tidak mau kalah dengan para orang tua. Menjadi beban karena telah menjadi jompo! * * * Sumber gb: http://members.multimania.nl/amazingart/images/young_old.gif

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun