Pandangan Ilmuwan Sosial
Banyak ilmuwan sosial sepakat bahwa budaya pekewuh tidak seharusnya dihapus, melainkan diletakkan secara proporsional. Menurut Clifford Geertz dalam penelitiannya tentang masyarakat Jawa, harmoni memang menjadi nilai utama. Tetapi harmoni yang dipaksakan tanpa ruang kritik justru menghasilkan "harmoni semu"---tenang di permukaan, penuh kegelisahan di dalam.
Sosiolog kontemporer juga menekankan pentingnya "kontrol sosial partisipatif" di desa. Artinya, masyarakat tidak sekadar menjadi objek pembangunan, melainkan subjek yang aktif mengawasi dan memberi masukan.
"Generasi muda harus berani tampil. Mereka terbiasa dengan media sosial, terbiasa mengkritik secara terbuka. Jika energi ini dibawa ke ruang formal desa, kontrol sosial bisa lebih hidup," ujar Dr. Nur Hidayati, pakar komunikasi dari UGM.
Menjaga Budaya, Menyuarakan Aspirasi
Budaya pekewuh sejatinya tetap penting sebagai etika sosial. Namun, harus ada keseimbangan. Sopan santun tidak boleh membungkam keberanian warga untuk bersuara, apalagi jika menyangkut kepentingan bersama. Kritik bisa disampaikan tanpa harus kasar, aspirasi bisa dibawa dengan cara yang tetap menjaga harmoni.
Generasi muda desa memiliki peran strategis. Dengan pengetahuan yang lebih luas, akses digital yang terbuka, serta keterhubungan dengan dunia luar, mereka diharapkan menjadi motor perubahan. Bukan hanya bergumam di belakang, tetapi mampu mengorganisasi aspirasi, menyampaikannya di forum resmi, dan mengawal keputusan desa.
Penutup
Pekewuh adalah identitas sekaligus warisan budaya masyarakat Jawa. Namun, bila dibiarkan berlebihan, ia bisa menjadi petaka: masyarakat desa kehilangan daya kritis, sementara kebijakan yang merugikan melenggang tanpa koreksi.
Sejarah sudah mengajarkan bahwa diam bukanlah solusi. Ilmu sosial pun menegaskan bahwa masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang mampu melakukan kontrol sosial. Maka, saatnya desa-desa di Jawa menyeimbangkan antara unggah-ungguh dan keberanian. Sebab masa depan desa bukan hanya ditentukan oleh siapa yang memimpin, tetapi juga oleh siapa yang berani bersuara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI