Dalam kurun waktu tak sampai enam bulan, berturut-turut berita tidak menggembirakan menimpa TNI. Berita paling menonjol adalah kecelakaan pesawat militer yang terjadi secara berurutan, dengan jumlah korban meninggal yang tidak sedikit.
Musibah-musibah kecelakaan tersebut tidak serta-merta menjadi puncak keprihatinan bagi negara, karena muncul berita lain yang lebih menyedihkan, yaitu dugaan pemakaian narkotika dan shabu-shabu oleh sejumlah perwira menengah TNI (!).
Berita tersebut tentu saja membuat kaget. Anggapan bahwa prajurit TNI kebal terhadap infiltrasi asing yang ditujukan untuk melemahkan mental dan fisik ternyata tidak terbukti. Personil perwira TNI ternyata mudah disusupi trend mengonsumsi narkotika. Pernyataan bahwa narkotika kini telah menyusup ke seluruh lapisan masyarakat sebenarnya bersifat menyalahkan obat-obatan tersebut, padahal yang terjadi sebenarnya adalah seluruh elemen masyarakat (bahkan TNI dan kepolisian) Â mulai menyukai narkotika. Momok paling ditakuti Bangsa kita pada jaman terkini.
Mengapa anggota TNI dan kepolisian juga (pada akhirnya) menyukai narkotika, shabu-shabu, dan segala macam obat-obatan berbahaya itu? Saya hanya menduga-duga bahwa mungkin pada masa kini aturan-aturan kedisiplinan dalam militer telah mulai mengendur.
Pada masa lampau para prajurit TNI selalu dilatih ketahanan fisiknya hingga selalu siap seratus persen untuk diterjunkan dalam operasi-operasi latihan kemiliteran. Kalau melihat foto-foto bersejarah, tentara jaman dulu tampak lebih lusuh namun berwibawa. Â Bila pada masa lampau fisik para prajurit terlihat berkulit hitam legam dengan badan langsing berotot,
Yang paling mengkhawatirkan, adalah: Iming-iming pamer kehidupan mewah yang ditunujukkan oleh kalangan atas disertai dengan menyebarnya obat-obatan narkotika, lam-kelamaan membuat goyah iman para penjaga kedaulatan negara tersebut. Kalau sudah terinfiltrasi oleh narkoba, lalu ‘siapkah para komandan memimpin bawahannya menjaga kedaulatan Republik dari serangan musuh dari luar?
Dalam sejarah tumbuhnya Republik Indonesia, pernah terjadi penyusupan ideologi kiri ke dalam satuan kecil TNI. Pengaruh dari masuknya ideology kiri itu membuat terjadinya rial-riak dalam tubuh satuan militer Republik Indonesia. Meskipun demikian, kondisi masuknya ideology tersebut tidak bersifat merusak stamina fisik dan mental prajurit, terbukti bahwa operasi-operasi militer yang dilancarkan dalam rangka konfrontasi dan penumpasan pemberontakan bisa berlangsung dengan sukses. Lalu bagaimana bila infiltrasi itu (saat kini) berupa ‘narkoba’?
Para prajurit  seharusnya menunjukkan profil tentara tempur sejati. Siap bertugas dimana saja di pelosok Nusantara tanpa syarat. Namun berita-berita para perwira menengah TNI di Jakarta dan Makassar yang tertangkap basah memakai narkoba telah membuat gamang perasaan saya. Bagaimana mungkin TNI dapat menumpas pemberontak (teroris) yang berjumlah kecil, bila fisik dan mentalnya telah merosot akibat obat-obatan dan narkoba?
Â
7 April 2016.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI