Dalam budaya Indonesia, kata syukur hampir selalu dikaitkan dengan rezeki. Namun, rezeki sering dipersempit maknanya pada aspek materi: gaji, harta, atau prestasi. Padahal, rezeki juga bisa berupa kesehatan, waktu berkualitas bersama keluarga, hingga kesempatan mencoba hal baru.
Generasi muda yang mampu melihat rezeki dalam spektrum yang lebih luas akan lebih mudah merasa 'cukup'. Rasa cukup inilah yang melahirkan kebahagiaan sejati. Seperti kata pepatah Jawa, urip iku mung sawang-sinawang, hidup ini soal cara memandang. Syukur mengajarkan bahwa meski hidup penuh tekanan, selalu ada bagian kecil yang pantas dirayakan.
Syukur dalam Perspektif Antargenerasi
Menariknya, cara memaknai syukur ternyata berbeda antara generasi. Generasi tua lebih sering menempatkan syukur dalam konteks religius: doa, ibadah, atau ungkapan spiritual. Generasi muda, sebaliknya, cenderung mengaitkan syukur dengan praktik self-care dan psikologi positif.
Meski berbeda kemasan, esensinya sama: syukur menenangkan hati, menjernihkan pikiran, dan menguatkan relasi sosial. Inilah titik temu yang seharusnya menyatukan generasi, bukan memisahkan. Orang tua bisa mengajarkan kedalaman spiritual dalam bersyukur, sementara anak muda membawa perspektif ilmiah dan praktik keseharian yang relevan dengan tantangan zaman.
Menghadapi Tekanan Zaman dengan Syukur
Syukur bisa menjadi tameng alami melawan stres dan depresi. Caranya sederhana, misalnya:
- Menulis jurnal syukur: catat hal-hal kecil yang patut dihargai setiap hari.
- Sending love: ucapkan terima kasih atau apresiasi kepada orang terdekat.
- Mindfulness: berhenti sejenak, tarik napas, lalu sadari momen kecil yang sering terlewat.
- Menyadari makna rezeki: mengubah definisi sukses dari sekadar pencapaian materi menjadi keseimbangan hidup.
Dengan langkah kecil ini, generasi muda bisa membangun kekebalan mental di tengah tekanan akademik, sosial, maupun ekonomi.
Refleksi Penutup
Stres dan depresi di kalangan generasi muda adalah persoalan nyata yang perlu perhatian serius. Namun, kita juga memiliki kunci sederhana yang bisa membantu: syukur. Ia bukan sekadar ucapan, melainkan laku harian yang mengubah perspektif dan memberi kekuatan.
Generasi muda sering dituntut untuk selalu berlari, padahal terkadang kuncinya adalah berhenti sejenak dan menghargai apa yang sudah ada. Syukur memberi rasa cukup, dan rasa cukup menumbuhkan bahagia.