Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger ajah

blogger @ sigitbud.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pro Ahok atau Tidak?

27 Juli 2016   18:45 Diperbarui: 27 Juli 2016   18:54 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa demikian, sudah terlalu lama di DKI Jakarta , sebagai ibukota Negara mengalami stagnasi di bidang infrastruktur dan pelayanan public, tak bisa dipungkiri terpilihnya Jokowi – Ahok sebagai Gubernur dan Wakil, wajah Jakarta mulai meretas  seperti kota – kota metropolitan di Negara – Negara maju. Lepas dari gaya kepemimpinan Ahok, kenyataannya  kebijakan Gubernur satu ini membuah hasil dan dapat dinikmati oleh rakyat kecil yang selama ini kurang  dipedulikan.

Kelahiran seorang pemimpin sejati memang tidak bisa dibendung oleh siapa pun, apalagi di era keterbukaan dan demokrasi mata rakyat tidak  ttertutup umtuk melihat kebenaran yang telah dilakukan oleh para pemimpinnya.  Kita patut bersyukur akhirnya negeri  ini dikrim Tuhan pemimpin – pemimpin yang berkomitmen tinggi, tanpa takut untuk berpihak kepada yang lemah. Di daerah pun kini sudah mulai  karakter pemimpin – pemimpin seperti itu, di harapkan akan lebih banyak lagi memimpin daerah -  daerah minus menjadi daerah surplus.

Melihat jalannya persidangan  kasus reklamasi  pantai utara di Pengadilan Tipikor dengan Ahok sebagai saksi, terlihat Ahok dengan gamblang menjelaskan kronologi dan referensi peraturan hokum yang melandasi keputusannya, dan diungkapkan pula proyeksi pendapat  DKI Jakarta yang akan mencapai ratusan trilyun bila kontribusi tambahan 15 persen diberlakukan. Dipihak lain, DPRD DKI Jakarta kukuh  untuk mempertahankan kontribusi tambahan 5 %. Memang patut menjadi pertanyaan, mengapa DPRD seolah membela para pengembang, padahal secara  peraturan, pemerintahan  terdiri dari Legislatif dan Eksekutif, dalam hal ini Pemda DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta. Sebuah logika yang cerdas dilontarkan Ahok dalam keterangannya sebagai saksi di Pengadilan Tipikor.

Fakta – fakta persidangan  seperti menyulitkan DPRD DKI Jakarta untuk berkelit, apalagi Gubernur DKI Jakarta juga mempunyai referensi hokum yang cukup kuat tentang hak diskresi nya. Pada acara Jakarta Lawyer  Club di TV One kemarin, ahli  Hukum Tata Negara , Refly Harun sempat menyampai hak diskresi kepala pemerintahan di beberapa  peraturan [perundangan. Secara akal sehat,  kebijakan Ahok dengan bersikukuh terhadap kontribusi tambahan sebesar 15 persen tidak lah salah, sebab semua timbale balik dari pengembang  rencana akan dimasukkan dalam kas rekening Pemda DKI Jakarta.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa DPRD DKI Jakarta kukuh dengan 5 persen?  Seharusnya pengembang mencurigai kenapa DPRD DKI Jakarta membela kepentingan mereka,  bila ditelaah dengan cermat , pengembang sebagai pengusaha akan rugi tanpa batas. Mengapa? Siapa yang menjamin DPRD DKI Jakarta tidak meminta kontribusi dari pengembang secara tidak resmi, apakah pengembang mampu mengendalikan semua suara di Kebon Sirih untuk tetap tutup mulut soal kontribusi di luar aturan  Raperda? Sebagai pengusaha, akan lebih mudah bila memberikan “kick back” satu pintu dan ada payung hukumnya sehingga tidak menjadi kegaduhan di kemudian hari.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun