Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Meruntuhkan Ageisme antara Old dan Young Talent di Kantor

14 Agustus 2023   12:06 Diperbarui: 14 Agustus 2023   21:13 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa dipercayakah young talent dalam mengarungi dinamika dunia kerja di kantor oleh pihak manajemen kantor?

Apakah pihak manajemen kantor sebegitu meragukan pola pikir dan kemampuan young talent sehingga tidak memberikan kesempatan bagi para young talent untuk mengemukakan ide dan gagasan misalnya, kesempatan di berikan tugas project-project penting misalnya, atau kesempatan berkreasi lainnya yang padahal kesemuanya itu adalah demi kemajuan kantor misalnya, dan sebagainya.

Apakah dalam hal ini pihak manajemen kantor harus terus-terusan mempercaya para old talent? Lantas kapan young talent bisa, kalau young talent sedikit kesempatannya dipercaya?

Ya, inilah kurang lebihnya situasi ageisme yang kerap berlaku dalam dinamika dunia kerja di mana pihak manajemen berlaku diskriminasi terhadap young talent dengan lebih sering menominasikan old talent daripada young talent dalam berbagai hal terkait kerjaan. Apalagi project kerja yang krusial-krusial dan penting.

Ya, memang tidak dimungkiri ageisme ini sangatlah relate dimanapun kita bekerja. Sehingga anda yang young talent merasa di "anak tirikan" di kantor. 

Selalu diposisikan sebagai "anak bawang" atau "anak baru kemarin sore". Sering dikatakan dan dinyatakan belum matang dan dewasa, belum waktunya "tahu". Padahal belum tentu demikian.

Ageisme jugalah sejatinya yang semakin memperdalam jurang gap usia antara old talent dan young talent. Ageismelah yang juga menyebabkan ketidaksolidan suatu team work.

Padahal dalam suatu kantor, kaderisasi dan regenarasi dengan mengembleng, memberi kepercayaan, dan kesempatan seluas-luasnya kepada young talent ke depan sangatlah penting bagi masa depan kantor.

Karena pada waktunya para old talent juga bakal purna tugas atau pensiun atau mungkin menapaki ke jenjang posisi jabatan lainnya di kantor.

Manajemen kantor semestinya dapat mengecamkan bahwa dalam dunia kerja itu juga berlaku bahwa setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. 

Ada waktunya young talen mengenyam masanya. Ada waktunya apa yang menjadi masa depan para old talent atau yang sedang dijalaninya saat ini ditularkan kepada young talent.

Ilustrasi kolaborasi young talent dan old talent. (Dokumentasi Foto via Freepik.com)
Ilustrasi kolaborasi young talent dan old talent. (Dokumentasi Foto via Freepik.com)

Banyak fakta bahwa akibat ageisme seperti yang penulis uraikan inilah akhirnya yang membuat young talent enggak betah kerja di kantor.

Akibat ageisme jugalah karena sedikitnya kesempatan young talent mendapat tempat di kantor akhirnya kantor malah jadi renta kekurangan talenta muda sebagai generasi penerus kantor.

Kalau sudah begini, barulah kantor "gupuh" menyadari bahkan baru menyadari bahwa selama ini pihak kantor telah secara sadar menerapkan ageisme.

Ketelanjuran inilah yang kerap menjadi penyesalan di belakang hari oleh suatu kantor bahwa ternyata kaderisasi dan regenerasi kepada young talent dengan cara menggembleng dan mempercaya mereka untuk berbuat adalah penting.

Ya, young talent sejatinya adalah aset penting bagi masa depan kantor yang juga ada di pundak mereka. Tidak selamanya old talent ada dimasanya. Ada masanya young talent harus dipercaya.

Oleh karenanya, penting bagi pihak manajemen kantor untuk meruntuhkan hegemoni ageisme ini dalam rangka terus eksis dalam dunia kerja.

Nah, yang jadi pertanyaan apakah bisa ageisme dalam hal dominasi antara old talent diantara young talent ini diruntuhkan, sementara pada umumnya masih banyak ageisme ini terjadi dalam dinamika dunia kerja?

Tentu saja bisa, karena sebenarnya tinggal bagaimana pihak manajemen kantor saja secara bijak menyadari untuk menerapkan bahwa, kaderisasi dan regenerasi SDM kantor itu penting.

Ilustrasi kolaborasi young talent dan old talent. (Dokumentasi Foto via Freepik.com)
Ilustrasi kolaborasi young talent dan old talent. (Dokumentasi Foto via Freepik.com)

Pertama, pihak manajemen kantor harus menjunjung tinggi prinsip untuk menyadari bahwa talenta-talenta muda kantor lah yang menjadi aset dan bakal jadi penerus. Menyadari bahwa menggembleng talenta-talenta muda kantor adalah demi keberlangsungan masa depan.

Memberikan kepercayaan kepada mereka bukanlah "tabu" tapi ajang menggembleng mereka dalam rangka kaderisasi dan regenerasi.

Sehingga pihak kantor menyadari betul bagaimana pentingnya "menjadikan orang" para talenta-talenta mudanya untuk masa depan kantor.

Kedua, menerapkan suatu sistem bagaimana berprinsip untuk saling menjunjung tinggi, menempatkan rasa tahu diri, wawas diri dan saling menghargai baik itu old talent maupun young talent.

Sejatinya kalau penerapan sistem yang penulis maksudkan di atas jadi patokan para old dan young talent untuk bagaimana saling bersikap empati, hingga tentang etika dan perilaku, maka justru inilah sebenarmya yang akan semakin jadi mempersolid relationship dalam teamwork.

Sehingga tidak akan terjadi yang namanya kondisi saling meremehkan kemampuan masing-masing, menghindari perilaku memantas-mantaskan diri akibat ada yang paling merasa berkuasa, sebab seluruhnya saling tahu diri bagaimana caranya saling menghargai dan menempatkan diri.

Ketiga adalah menjunjung tinggi prinsip bahwa adanya eksistensi young talent di kantor itu adalah untuk saling mengisi dalam teamwork.

Memang, adanya situasional yang saling kompetitif baik iti antara old dan young talent dalam suatu teamwork itu pastilah ada.

Namun demikian bukan berarti hal tersebut justru mengikis soliditas teamwork ataupun membatasi ruang gerak kreatifitas young talent, justru situasional saling kompetitif ini harusnya saling mengisi dan saling wawas.

Hal ini karena, semuanya punya peran dan kewajiban masing-masing untuk saling mendukung agar teamwork tetap kompak dan solid.

-----

Nah, inilah kira-kiranya yang sedikit banyaknya bisa penulis rekomendasikan terkait apakah bisa sebenarnya hegemoni ageisme di kantor antara old dan young talent diruntuhkan.

Yang pasti juga adalah kantor harus bisa berbuat bagaimana menciptakan lingkungan kerja dan circle colab yang bijak antara old and young talent dalam teamwork.

"Selama yang muda hormat dan mau belajar serta mau digembleng dari yang lebih tua dan yang tua sayang dan mau menggembleng kepada mereka yang lebih muda, maka niscaya ageisme ini dapat diruntuhkan. Percayalah".

Artikel ke 144 tahun 2023.

Sigit Eka Pribadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun