Tentu saja saya tidak akan menyerah begitu saja, apalagi saya adalah bagian dari sejarah dalam merintis usaha radio milik saya.Â
Saya yang merasakan bagaimana jatuh bangunnya saya mempertahankan radio. Saya juga pernah mengalami bagaimana kejayaan radio yang saya miliki ini.
Saya sudah kadung habis-habisan segala daya upaya untuk radio, sehingga saya berprinsip, apapun yang terjadi, radio saya harus tetap hidup, apapun yang terjadi radio saya harus tetap On Air.
Namun pada akhirnya, meskipun sudah sekuat tenaga saya mencoba bertahan tetap juga sulit mempertahankan radio, apalagi saat pandemi Covid-19 melanda, kebangkrutan saya didepan mata.
Utang modal kian menumpuk, biaya operasional radio nombokin melulu, bahkan saya pernah didemo penyiar setiap bulan yang teriak-teriak nagih bayaran siarannya.
Akhirnya saya memutuskan menjual sebagian saham usaha radio swasta saya, Alhamdulillahnya ada juga pembelinya, termasuk investor yang ingin bekerja sama dengan saya.
Jadilah kini radio swasta saya milik bersama, sementara untuk radio komunitas masih saya pegang secara utuh dan saya kelola untuk saling support dengan usaha radio swasta yang sudah jadi milik "bersama" tersebut.
Masa kritis diambang bangkrut telah saya lewati, kini tinggal bagaimana kami para pemilik radio berusaha bertahan bersama, untuk sama-sama mempertahankan radio.
Lantas, apa yang kami lakukan?
Ya, kami menyadari bagaimana dinamika disrupsi media kekinian maka radio tidak bisa lagi mengandalkan pemasukan pendapatan dari iklan ataupun sponsor dari acara on air saja.