Sehingga, di sinilah yang menjadi letak alasan mendasarnya, kenapa berbisnis dengan teman itu harus perlu pertimbangan, perhitungan, dan analisa yang matang menjadi faktor keutamaan yang sangatlah penting.
Agar ke depannya kita tidak menyesal di belakang hari, karena ternyata pada realitanya, seiring perjalanan hubungan bisnis kita dengan teman, ternyata teman kita tersebut, justru tega mengibuli, menipu dan mengkhianati kita.
Inilah juga yang jadi kenapa sebabnya, fenomena perilaku, "teman makan teman" ataupun "makan tulang teman" terjadi juga dalam dunia bisnis.
Seperti sedikit pengalaman saya misalnya, ketika suara broadcast saya akan dijadikan produk bisnis ataupun mau dikomersilkan oleh teman saya.
Maka saya tidak akan langsung serta merta dengan begitu saja langsung menerimanya tanpa perjanjian kerjasama atau memorandum of understanding yang sah ataupun legal di atas meterai, ataupun dengan perjanjian akta notaris.
Kenapa saya berlaku seperti itu meskipun dengan teman sendiri?
Ya jujur saja, sebelumnya saya memang punya pengalaman pahit dan menjadi pembelajaran berharga bagi saya, ketika saya pernah ditipu mentah-mentah oleh teman saya sendiri.
Saya pernah diajak teman saya berbisnis yaitu ketika dia menawarkan kepada saya untuk mengomersilkan suara broadcast saya yang rencananya akan dijualnya kepada para broker iklan, para pengiklan, hingga ke berbagai perusahaan.
Dia memang berjanji akan memberikan royalti yang berimbang bila nanti suara broadcast saya telah setuju dipakai oleh para kliennya.
Saya akhirnya setuju, tapi sayangnya, saya tidak menuangkannya secara tertulis dalam perjanjian yang sah.
Ya, saya akui, dalam hal ini saya memang lalai, karena saya juga memang tidak meneliti secara cermat bagaimana rekam jejaknya di dunia marketing radio, atau setidaknya menanyakannya kepada sesama rekan lainnya di dunia bisnis radio.