Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akutnya Sindrom "Ngeyelan" di Negeri +62, Makin Kompak Nglaster Bareng?

12 September 2020   15:58 Diperbarui: 12 September 2020   16:01 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar ketika Ganjar Pranowo mengingatkan protokol kesehatan pada masyarakat | Dokomen Humas Pemprov Jateng via Kompas.com

Duh, ngelantur deh jadinya, baiklah, balik lagi kita, yah pada intinya penulis mau bilang pemerintah juga ngeyelan, sehingga semakin banyak masyarakat yang jadi tambah ndableg.

Atau kalau boleh lebih kritis lagi penulis ungkapkan, kengeyelan kebijakan pemerintah justru makin menggoblokkan masyarakat, sehingga masyarakat jadi tidak teredukasi dengan optimal dan menyebabkan makin menggejalanya ketololan masyarakat di tengah pandemi corona.

Inilah kiranya yang bisa jadi alasan, kenapa lonjakan kasus terkonfirmasi positif corona makin tinggi, bahkan angka kematian tak kunjung bisa ditekan, dan terjadi secara nasional.

Istilahnya di sini adalah, kalau pemerintahnya ngeyelan, otomatis masyarakat ya jadi ikutan ngeyelan juga lah, sehingga inilah juga yang pada akhirnya menyebabkan meluasnya kluster penularan corona.

Artinya dalam hal ini, keberhasilan berkomunikasi dengan masyarakat merupakan kunci keberhasilan upaya pemerintah dalam rangka menanggulangi ataupun menekan laju penyebaran corona.

Banyaknya pelanggaran yang terjadi selama PSBB ini kemungkinan besar berasal dari sulit dan bingungnya masyarakat memahami kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.

Bagaimana tidak, lihat saja mulai dari PSBB transisi, pelonggaran PSBB, new normal, adaptasi kebiasaan baru, hingga gas dan rem, sosialisasinya kurang efektif dan masif.

Bahkan sistem pengawasan yang efektif, yang seharusnya tetap di terapkan justru diabaikan, ketika sudah makin parah kondisi pandemi, baru sibuk dan kendadapan, bikin ini dan itu, ironi sekali!

Jadinya apa? Ketika terjadi kondisi kegawatan disektor kesehatan yang mengharuskan menarik rem darurat, dan membuat pemerintah daerah jadi kembali menerapkan PSBB total, langsung kaget, jumpalitan dan jungkir balik.

Pihak pemangku kepentingan langsung misuh misuh seolah baru siuman dari kecovidiotanya, langsung ramai ramai teriak, dancok, sompret, kampret tenan, anjay cok, ngerem ngak bilang bilang sih.

Di sinilah kiranya yang sangat perlu disadari dan jadi catatan oleh pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun