Dan kini terus berlanjut hingga masa PSBB transisi atau mungkin nanti sampai era adaptasi kebiasaan baru atau bahkan mungkin sampai pandemi corona bisa diatasi.
Karena yang jelas kuota yang dihabiskan tidaklah sedikit dan murah, ambil saja kasarannya sehari 4 Giga dengan harga dikisaran Rp. 25.000,- coba saja dikalikan 30 hari, sudah berapa, sudah menghabiskan biaya RP. 750.000,-
Ini baru memperhitungkan satu orang anak, bagaimana kalau sampai ada yang memiliki tiga sampai empat orang anak atau lebih.
Okelah anggap saja kalau mau lebih hemat bisa berlangganan paket internet dari provider, dengan kapasitas koneksi Mbps terbaik, tapi butuh biaya sekitar Rp. 750.000,- juga yang dihabiskan.
Lalu bagaimana dengan ketersedian gawai dan laptop, karena satu anak mesti menggunakan satu gawai ataupun laptop, sementara berapa lagi biaya yang harus dikeluarkan kalau harus membeli lagi gawai atau laptop untuk kebutuhan PJJ tersebut.
Dan ini baru hitung-hitungan satu bulan, bagaimana kalau terus berlanjut sampai 3 bulan lagi, atau 6 bulan lagi atau barangkali lebih.
Artinya ada biaya yang sangat mahal yang harus dikeluarkan oleh orangtua peserta didik berkaitan diberlakukannya program PJJ ini.
Lalu apakah hal ini dipikirkan oleh Nadiem, apakah Nadiem ada solusi untuk memecahkan persoalan ini?
Okelah Nadiem telah ada sedikit pemikiran untuk mencari pemecahan solusinya, Nadiem memperbolehkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk dimanfaatkan membeli pulsa murid-murid dan guru yang terkendala secara ekonomi.
Tapi seperti yang di maksudkan Nadiem Dana BOS ini hanya bisa di berikan kepada yang terkendala secara ekonomi, artinya hanya orangtua murid yang terkendala ekonomi yang bisa memperoleh bantuan dana BOS ini.
Dan maksudnya juga masih ambigu dan belum jelas apakah hanya diperuntukan bagi orangtua peserta didik yang ekonomi bawah saja atau bisa diperuntukan juga bagi orangtua yang ekonomi menengah.