Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Jabatan Suami Melekat pada Istri

9 Desember 2019   19:38 Diperbarui: 9 Desember 2019   20:21 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar jabatan suami melekat pada istri | Dokumen Phinemo.com

Dalam lingkup lingkungan kantor, keluarga dan saudara, tetangga, teman, atau dalam ruang lingkup sehari-hari lainnya, ternyata jabatan yang dimiliki oleh suami dapat berpengaruh juga pada level dan tingkatan istri.


Tidak dipungkiri setiap acara pertemuan rutin kantor, kumpul dengan tetangga, kumpul dengan teman, dan kumpul di lingkup lainnya, maka para istri kerap kali menggunjingkan, membahas level jabatan suami. 

Bahkan pada akhirnya para istri menempatkan posisi sesuai dengan level jabatan suami dan hanya mau berkumpul dengan yang selevel jabatan suami saja.

Begitu juga bila ada acara besar kumpul bareng keluarga dan saudara serta sanak famili lainnya, meskipun tak terlalu signifikan berlaku, namun terkadang gengsi level jabatan suami cukup berpengaruh juga dalam lingkup keluarga.

Memang berbeda halnya bila level jabatan suami merupakan level jabatan pejabat pemerintahan dan Negara seperti Presiden, Wakil Presiden, Menteri atau pejabat publik setingkatnya.

Karena stratifikasinya memang sudah berlaku begitu dan memang ada aturan-aturan prinsip yang memang berlaku mengatur bagaimana perlakuannya dan tingkatannya.

Nah, seharusnya kalau level jabatan suami bukan pada tingkatan pejabat pemerintahan atau pejabat negara, maka seyogianya yang berlaku dalam lingkup para istri semestinya yang wajar berlaku adalah tidak memposisikan diri dengan merujuk pada jabatan suami.

Sejatinya bila di lihat dari nilai logisnya, dalam lingkup sehari-hari, sebenarnya level jabatan suami hanya berlaku pada suami saja, tidak ada hubungannya sama sekali dengan istri, karena yang punya jabatan adalah suami bukan istri.

Namun realitanya yang banyak terjadi adalah istri tetap memposisikan diri sesuai dengan level jabatan suami, sehingga berlatar dari kesetaraan level istri dengan level jabatan suami justru malah berdampak terjadinya jurang pemisah antara satu dengan lainnya.

Jurang pemisah inilah yang menimbulkan tingkatan gengsi masing-masing istri, dalam membentuk egosentris dan terkotak-kotak serta tingkatan sosialita sesuai level jabatan suami masing-masing.

Tak pelak bagi para istri yang level jabatan suaminya ada dikisaran level bawah, jadi merasa tidak nyaman dan risih, jadi sungkan, dan merasa malu karena merasa level jabatan suaminya tidak setara atau jauh dari level jabatan suami para istri lainnya.

Dari strata tingkatan level istri ini jugalah yang kerap kali menimbulkan masalah dan menyebabkan tidak harmonisnya rumah tangga, dan kerap menimbulkan perdebatan dan pertengkaran dalam rumah tangga.

Ini karena akhirnya istri menuntut agar suami tidak melulu berada di kisaran level bawah terus-menerus, istri menuntut agar suami bisa setara dengan level para istri lainnya, bahkan akhirnya para istri jadi menuntut suami agar mencari kerja yang levelnya lebih terhormat posisinya.

Sehingga bila pertengkaran semakin runyam bisa rentan menimbulkan keretakan dalam rumah tangga, dan bahkan akhirnya bisa memicu perceraian.

Berlatar dari inilah, seyogianya para istri semestinya dapat lebih bijak menyadari bahwa jabatan suami itu sejatinya bukanlah menempel atau melrkat pada istri.

Jabatan suami itu diposisikan oleh Kantor/Instansi sudah sesuai penempatan Job Desk masing-masing, sesuai latar belakang kualifikasi dan kualitas SDM masing-masing dan sejatinya hanya berlaku pada suami.

Jadi, sebenarnya yang lebih elegan dan etis berlaku dalam setiap lingkup sehari-hari adalah agar dapatnya para istri lebih mengedepankan silaturahmi, kekeluargaan, dan kekerabatan tanpa mempersoalkan, membedakan dan  memposisikan diri sesuai level jabatan suami.

Namun bila memang para istri harus dihadapkan pada situasi dan kondisi yang membawa suasana gengsi tingkatan level jabatan suami, maka istri yang suaminya hanya berada dilevel kisaran bawah tidaklah perlu berkecil hati, malu ataupun sungkan dan dapat memaklumi level jabatan suami.

Hargailah apa yang sudah di perjuangkan suami demi menghidupi dan menafkahi keluarga, maka lebih bijak bersikap terima apa adanya, tabah, berserah diri dan tetap bersyukur pada Ilahi atas berbagai limpahan rezekinya.

Semoga bermanfaat.

Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun