Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sinyal Keras Bagi Jokowi, Kepercayaan Publik Semakin Menurun

14 November 2019   00:19 Diperbarui: 14 November 2019   00:34 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar Presiden RI Joko Widodo / Dokumen Cakaplah.com

Kepercayaan publik kepada pemerintah merupakan variable yang sangat berpengaruh signifikan terhadap perjalanan roda pemerintahan dalam suatu Negara.

Bila kepercayaan publik dalam suatu negara semakin menurun maka hal ini berpotensi memicu pesimisme dan skeptisme publik bahkan yang sangat ditakutkan adalah terjadinya mosi tidak percaya oleh rakyat, dan dapat ditebak bila mosi tidak percaya itu terus terjadi, maka bisa saja sejarah yang dialami rezim Soeharto dan orde baru dapat terulang.

Tingkat kepercayaan publik didasari atas bagaimana para penyelenggara Negara seperti  Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif mulai dari Presiden, MPR, DPR, maupun unsur penyelenggara lainnya mengelola suatu Negara. Terkait itu nampaknya saat ini tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah dirasa semakin menurun.

Seperti respon kepercayaan publik kepada Presiden RI Ir. H. Joko Widodo atau Jokowi  sebagai kepala negara yang mengeluarkan kebijakan mengenai program kerja sesuai visi dan misi yang dicanangkan, beberapa kebijakan Jokowi banyak yang dianggap tak menguntungkan publik.

Kebijakannya mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus dan laporan korupsi semakin menjamur namun KPK malah nasibnya makin diujung tanduk.

Presiden Jokowi sepertinya masih  tersandera oleh kekuasaan para elite politik besar yang berada di belakang terjadinya tarik-ulur penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menggantikan Undang-undang (UU) Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jokowi malah bersikap cenderung pragmatis, dan malah terkesan mengulur waktu dengan memainkan strategi melemparkan bola panas mengenai KPK kepada MK, dalam rangka  menghadapi berbagai  tekanan dari masyarakat.

Seperti yang diungkapkan oleh berbagai Pakar Hukum, sejatinya tidak ada masalah bagi Presiden mengeluarkan Perppu meski masih ada judicial review. Justru, Presiden akan dikesankan progresif menerima dan mengakomodir keinginan rakyat.

Ini karena MK merupakan cabang kekuasaan yudikatif, menurut para pakar hukum tersebut bahwa dalam konsep trias politica atau pembagian kekuasaan.

Penerbitan Perppu tidak bersentuhan terhadap proses yang berlangsung di MK, dikeluarkannya Perppu yang mengembalikan KPK pada posisi yang lama, akan menggugurkan judicial review, sebab obyek dari  judicial review  perubahan UU KPK sudah dibatalkan oleh Presiden melalui penerbitan Perppu yang mengakomodir tuntutan terhadap judicial review tersebut.

Jokowi, sedang bimbang dan terombang-ambing apakah ingin tetap berdiri berada di belakang rakyat atau dibelakang para elite politik. Sikap tegas Jokowi sejauh ini belum terlihat menyoal Perppu, Jokowi masih berdalih bahwa UU bernomor 19/2019 itu masih diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi.

Penurunan kepercayaan publik juga merembet pada sejumlah lembaga negara lain seperti DPD, DPR, Kepolisian, Mahkamah Konstitusi, KPK, KPU, maupun Bawaslu. 

Kondisi penurunan kepercayaan publik bukan tanpa berdasar, hasil survey dan penelitian  beberapa Lembaga survey kesohor Indonesia membuktikan prosentase kepercayaan publik semakin berkurang drastis.

Banyak mangkraknya berbagai penyelesaian kasus kasus seperti pelanggaran Ham, mangkraknya kasus hukum termasuk kasus korupsi, mangkraknya berbagai program kerja yang dilaksanakan sebelumnya, maraknya hoaks yang menyerang lembaga Negara, ketidak terimaan publik atas berbagai polemik sejumlah persoalan pelik yang dialami Negara sampai saat ini adalah variable variabel yang menguatkan publik semakin tidak percaya kepada pemerintah.

Ditambah juga rakyat semakin merasakan kebebasan sipil yang menjadi pondasi demokrasi semakin dikekang, rakyat semakin takut dalam menyampaikan pendapat dan aspirasinya. 

Termasuk kebebasan pers juga semakin dipojokan oleh pemerintah. Sehingga perilaku pers saat ini mau tidak mau terlihat dipaksa untuk selalu sejalan dengan pemerintah.

Sehingga banyak yang menilai bahwa Jokowi dan pemerintahannya malah semakin melangkah mundur kebelakang, dan sepertinya malah semakin cenderung kembali mengarah pada pola pemerintahan rezim orde baru, polanya mirip sekali, bagaimana kekuasaan yang berlaku saat itu.

Menyoal mengenai situasi dan kondisi saat ini, sejatinya bukanlah suatu konsepsi bernegara yang berkadaulatan rakyat, negara harus selalu memihak rakyatnya dan selalu melindungi dan mengutamakan kepentingan rakyatnya.

ini adalah sinyal keras bagi Jokowi dan pemerintahannya kedepan, apakah kapal yang dinahkodainya dalam mengarungi samudera biru ini bersama para awaknya akan kandas dan perlahan tenggelam karena kena hantaman gelombang disana sini, ataukah kapal itu bisa berselancar dengan tenang berlabuh di dermga tujuan dengan lancar dan sukses. hanya seiring perjalanan waktu yang membuktikannya nanti.

Semoga bermanfaat.
Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun