Begitu juga dengan semakin meningkatnya kasus korupsi yang didukung bukti OTT, menggelinding bagai bola salju yang memberikan gambaran indikasi yang cukup jelas dan mempertegas bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis negarawan sejati.
Politik merupakan konsep teori atau idealitas yaitu sebagai sebuah kesepakatan atau konsensus yang dibangun pada ruang publik tentang hidup bersama secara harmonis yang terbuka atau juga bisa dikatakan sebagai kesetaraan, persaudaraan, dan solidaritas kepada publik.
Politik juga merupakan konsep implementasi atau realita taktik, strategi atau program untuk meloloskan kepentingan parsial yang melibatkan kekuasaan dalam rangka memperoleh kekuasaan.
Sehingga berlatar kedua konsep di atas, tersebutlah ungkapan, bahwa tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada kawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi dalam menemukan relevansinya demi kekuasaan.
Kekuasaan memang sesuatu yang sangat menggiurkan, dan inilah rata-rata yang menjadi sasaran bagi partai -- partai politik dalam kontestasi.
Banyak akhirnya partai harus berkoalisi, dengan harapan agar bisa mendapatkan jatah menteri atau jabatan tertentu di pemerintahan, sehingga membawa dampak bagi para elite politik didalamnya.
Perlombaan dan kompetisi untuk mendapatkan jabatan membuat para elite politik yang terlibat dalam partai akhirnya menggunakan berbagai cara untuk memperoleh jabatan.
Memanglah persaingan tersebut merupakan sesuatu yang wajar dan logis, namun bukanlah berarti pula para Politikus mesti menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan jabatan.
Para politikus jangan sampai terjebak dalam berbagai euforia maupun ambisi untuk mendapatkan posisi tersebut. Hal ini hanya akan menciderai demokrasi di Indonesia dan menambah penilaian minor, skeptisme, dan pesimisme rakyat terhadap kinerja pemerintah.
Inilah mengapa panggung politik Indonesia sampai saat ini masih dirasa hanya merupakan kendaraan politik semata untuk mengolkan kepentingan politik praktis.
Negeri ini butuh politikus yang negarawan sejati yang selalu konsisten, tidak mendua, pindah kongsi, pindah partai ke sana kemari bak kutu loncat.