Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengapa Bisa Terjadi Stagnasi Demokrasi di Indonesia?

2 Juni 2019   23:57 Diperbarui: 3 Juni 2019   03:28 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stagnasi Demokrasi | Rumahpemilu.com

Sejak berlangsungnya pesta demokrasi di Indonesia, Partai Politik datang silih berganti, ada yang bertahan ada yang tumbang.

Partai politik sesuai UU No 2 Tahun 2008, tentang parpol pasal 1 ayat 1, bahwa Parpol adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

UU no 2 Tahun 2008 menggantikan UU parpol sebelumnya yaitu UU No 2 Tahun 1999 dan UU No 31 tahun 2002 yang dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.

Selanjutnya diterbitkan juga UU No 2 Tahun 2011 yang menyesuaikan beberapa aturan pasal lainnya namun tidak mengubah mengenai pengertian parpol.

Kemudian sesuai fungsinya Parpol merupakan sarana rekruitmen politik, yaitu proses kaderisasi dan upaya-upaya lain untuk meraup suara pemilih.

Parpol sebagai sarana sosialisasi politik, yaitu penyampaian visi dan misi politik kepada publik yang merupakan subjek dari kebijakan politik.

Parpol sebagai sarana pengatur konflik, yaitu penawar konflik yang bersumber dari perbedaan kepentingan individual atau golongan.

Parpol sebagai sarana komunikasi politik, yaitu proses mempertahankan atau menolak argumentasi politik dalam penyelenggaraan pemerintahaan.

Parpol juga berperan untuk memberikan pendidikan politik kepada warganegara, menjadi akses dalam menentukan legislatif dan perekrutan calon pemimpin negara maka parpol juga bisa menjadi kendaraan politik untuk menghasikan legislatif dan pemimpin.

Kemudian setelah berhasil menempatkan kadernya di parlemen maka secara keseluruhan parpol juga dapat mentukan terbitnya Undang undang serta arah, visi dan misi Negara.

Begitu penting dan krusialnya fungsi dan peran parpol itu sesungguhnya, namun sejalan dengan sistem demokrasi dan sistem parpol yang terselenggara di Indonesia saat ini, seharusnya parpol dapat lebih berkembang lagi sesuai dengan perkembangan zaman.

Namun bagaimana dengan kondisi parpol dan demokrasi di Indonesia yang berjalan saat ini ?

Parpol bisa dilihat secara riil dilapangan ada parpol dibentuk secara kedaerahan, seperti di Aceh misalnya, memang kalau dilihat secara latar belakang terbentuknya partai daerah di aceh ada hubungannya dengan MoU Helsinki, namun yang jelas ini bertabrakan dengan undang undang negara.

Parpol juga mengarah ke inkonsistensi dalam cita cita, saat ini banyak parpol yang terkesan untuk menyelamatkan kepentingan parpol saja atau seolah olah yang penting parpol bisa terus eksis dan selamat.

Parpol terkesan kurang perhitungan dalam mendirikan partainya, maksudnya sudah sejauh apa pentingnya membentuk partai baru sehingga terkesan hanya menuju untuk kepentingan parpol saja untuk ikut ikutan bersaing padahal belum mampu bersaing ditambah lagi kurang greget dalam merekrut kader partainya, seperti partai partai yang akhirnya harus tersingkir karena perolehan suaranya sedikit dan tidak mencapai kuota prosentase yang ditetapkan.

Parpol juga terkesan apa adanya dalam mencalonkan kadernya dilegislatif, hanya sedikit yang berkompeten, seperti misalnya masih ada hegemoni menyasar artis untuk bertarung dilegislatif demi meraih suara, padahal belum tentu paham politik.

Parpol terkesan hanya berfokus sebagai kendaraan kepentingan dalam mengusung dan merekrut kader dilegislatif serta calon presiden, kurang mempertimbangkan elektabilitas, daya saing ataupun kualitas kader.

Padahal menempatkan dan mengusung kader itu tidak hanya sekedarnya saja, kader dilegislatif itu memproduksi undang undang, bagaimana menentukan kebijakan dan undang undang kalau kadernya kurang berkualitas.

Dalam mengusung capres dan wapres bukan bertujuan berkontestasi berdasar demokrasi namun karena ingin mendongkrak suara partai dan menyelematkan partai, dan juga hampir sebagian besar Parpol mengusung figur capres dan wapres karena kekuatan anggaran kampanye.

Seyogyanya sistem perekrutan kader legislatif, capres dan wapres bisa belajar dari parpol luar negeri yaitu dengan cara seleksi dan uji kompetensi. Sehingga kader yang dihasilkan benar benar teruji.

Parpol dan demokrasi yang berjalan menggiring rakyat beradu dua kekuatan, ini sebenarnya bisa jadi rawan konflik, padahal bisa saja Parpol lebih bijak untuk berdemokrasi lebih demokratis bila ada calon kontestasi capres lebih dari dua paslon walaupun ini bisa menyebabkan dua putaran dalam pilpres namun kontestasi ini lebih sehat dan demokratis.

Ini menimbulkan polemik karena peran dan fungsi parpol dalam mengedukasi rakyat tentang demokrasi dan politik menjadi tidak sejalan dengan cita cita mendidik yang sejati.

Kemudian berkaitan dengan demokrasi yang berjalan adalah, permasalahan disetiap pilpres tatkala terjadinya petahana menjadi capres. Karena yang menjadi polemik adalah sulitnya membedakan dan menempatkan capres petahana sebagai capres atau kepala negara, adanya celah yang bisa sekaligus dimanfaatkan oleh petahana menjadikan persaingan jadi tidak seimbang.

Mengapa sulit bedakan Status Petahana dalam Pilpres?

Dalam Kontestasi Politik, Di Negara manapun pasti sering terjadi persaingan antara Petahana dengan Kontestan Politik lainnya.

Dalam pelaksanaanya sebagian besar Kontestasi tersebut sering kali dimenangkan oleh pihak Petahana. Hal ini seringkali menjadi polemik, karena ada kondisi dimana terjadi sulitnya membedakan petahana sebagai Capres atau sebagai Kepala Negara.

Petahana memiliki keuntungan tersendiri selain sebagai  sebagai calon presiden tapi juga sebagai presiden, celah itu membuka peluang petahana memanfaatkan situasi, seperti misalnya saat Program Kunjungan Kerja Presiden di satu daerah, dapat disisipi juga dengan kegiatan penggalangan untuk keberpihakan pada petahana sebagai Capres.

Dalam masa Kampanye juga ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh petahana karena dalam dua sisi tersebut bisa saja di dahului dengan jadwal yang sudah diatur untuk program kerja presiden terlebih dahulu di satu tempat misalnya meninjau tol di Balikpapan, kemudian besoknya kampanye akbar di Samarinda.

Dan yang pasti sebagai presiden saat kunjungan kerja tentu harus mendapatkan fasilitas negara dan alat pemerintahan, misalnya pesawat kepresidenan dan pengamanan serta dukungan aparatur daerah setempat.

Namun polemik itu muncul ketika kunjungan kerja presiden di sisipi jadwal kampanyenya sebagai Capres di kota lain dalam wilayah provinsi yang sama. Sementara itu lawan politiknya harus berusaha sendiri dalam menggalang dukungan di kampanyenya, tidak ada fasilitas negara dan pengamanan.

Kendati demikian undang-undang tetap akan memberikan batasan bagi calon petahana dalam melaksanakan hak kampanye, supaya tidak menyalahgunakan kedudukannya itu. Namun dilapangan terjadi celah celah pemanfaatan yang sebenarnya bertabrakan dengan undang undang. Namun bisa jadi lepas juga karena tidak tegasnya aturan undang undang.

Pembatasan itu sebenarnya juga ada diatur melalui  bentuk kewajiban dalam memperhatikan keberlangsungan tugasnya sebagai penyelenggara negara, maupun dalam bentuk larangan penggunaan fasilitas negara.

Dengan adanya kewajiban dan larangan itu, sebenarnya calon presiden-wakil presiden petahana akan dituntut untuk cermat memilih hari atau waktu melaksanakan kampanye, sehingga tidak melanggar kewajiban atau larangan yang sudah ditentukan dalam undang-undang.

Namun yang terjadi dilapangan bertabrakan dengan undang undang namun dianggap tidak menyentuh undang undang, itu karena adanya celah tadi yang bisa dimanfaatkan petahana. Bahkan program populispun seringkali diluncurkan petahana sebagai kepala negara disela sela perhelatan jelang mendekati pilpres. Begitu juga penggunaan aparat keamanan dan pertahanan ataupun aparatur lainnya yang dimanfaatkan melalui celah sebagai kepala negara dalam kontestasi.

Berdasar hal ini ada wacana wacana bergulir agar petahana tidak mencalonkan lagi periode kedua dengan mengamandemen UUD 45, yaitu mengatur masa periode jabatan presiden menjadi 7 tahun dan tidak boleh mencalonkan diri dan dicalonkan untuk periode kedua, namun boleh ikut serta lagi di jeda periode berikutnya.

Menilik hal ini sebenarnya boleh boleh saja UUD 45 diamandemen kalau memang banyak manfaat dan lebih menuju cita cita demokrasi yang demokratis. Faktanya hingga saat ini UUD 45 sudah beberapa kali mengalami amandemen.

Inilah mengapa demokrasi yang saat ini berlangsung menjadi stagnan dan terkesan jalan ditempat. Sejatinya agar demokrasi lebih demokratis butuh kesadaran yang tinggi dan kedewasaan parpol dalam menerapkan sistem demokrasi disamping itu juga perlunya undang undang yang tegas dalam mengatur paslon petahana.

Sungguh cantik sekali kalau semua itu menjadi kesadaran bersama dan kembali kepada cita cita demokrasi yang bermartabat dan membawa kemajuan demokrasi bangsa dan negara  kita ini, yang merupakan rumah kita bersama yang kita cintai bersama ini.

Artikel pendukung 1: Tahun 2024 Jangan Lagi Terjadi Krisis Paslon Pilpres

Artikel pendukung 2: Perlunya Aturan Tegas tentang Incumbent atau Petahana, agar Pemilu Lebih Demokratis
-----
Hanya analisa saja yah,,,

Salam Literasi.
Sigit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun