Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengapa Bisa Terjadi Stagnasi Demokrasi di Indonesia?

2 Juni 2019   23:57 Diperbarui: 3 Juni 2019   03:28 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stagnasi Demokrasi | Rumahpemilu.com

Namun bagaimana dengan kondisi parpol dan demokrasi di Indonesia yang berjalan saat ini ?

Parpol bisa dilihat secara riil dilapangan ada parpol dibentuk secara kedaerahan, seperti di Aceh misalnya, memang kalau dilihat secara latar belakang terbentuknya partai daerah di aceh ada hubungannya dengan MoU Helsinki, namun yang jelas ini bertabrakan dengan undang undang negara.

Parpol juga mengarah ke inkonsistensi dalam cita cita, saat ini banyak parpol yang terkesan untuk menyelamatkan kepentingan parpol saja atau seolah olah yang penting parpol bisa terus eksis dan selamat.

Parpol terkesan kurang perhitungan dalam mendirikan partainya, maksudnya sudah sejauh apa pentingnya membentuk partai baru sehingga terkesan hanya menuju untuk kepentingan parpol saja untuk ikut ikutan bersaing padahal belum mampu bersaing ditambah lagi kurang greget dalam merekrut kader partainya, seperti partai partai yang akhirnya harus tersingkir karena perolehan suaranya sedikit dan tidak mencapai kuota prosentase yang ditetapkan.

Parpol juga terkesan apa adanya dalam mencalonkan kadernya dilegislatif, hanya sedikit yang berkompeten, seperti misalnya masih ada hegemoni menyasar artis untuk bertarung dilegislatif demi meraih suara, padahal belum tentu paham politik.

Parpol terkesan hanya berfokus sebagai kendaraan kepentingan dalam mengusung dan merekrut kader dilegislatif serta calon presiden, kurang mempertimbangkan elektabilitas, daya saing ataupun kualitas kader.

Padahal menempatkan dan mengusung kader itu tidak hanya sekedarnya saja, kader dilegislatif itu memproduksi undang undang, bagaimana menentukan kebijakan dan undang undang kalau kadernya kurang berkualitas.

Dalam mengusung capres dan wapres bukan bertujuan berkontestasi berdasar demokrasi namun karena ingin mendongkrak suara partai dan menyelematkan partai, dan juga hampir sebagian besar Parpol mengusung figur capres dan wapres karena kekuatan anggaran kampanye.

Seyogyanya sistem perekrutan kader legislatif, capres dan wapres bisa belajar dari parpol luar negeri yaitu dengan cara seleksi dan uji kompetensi. Sehingga kader yang dihasilkan benar benar teruji.

Parpol dan demokrasi yang berjalan menggiring rakyat beradu dua kekuatan, ini sebenarnya bisa jadi rawan konflik, padahal bisa saja Parpol lebih bijak untuk berdemokrasi lebih demokratis bila ada calon kontestasi capres lebih dari dua paslon walaupun ini bisa menyebabkan dua putaran dalam pilpres namun kontestasi ini lebih sehat dan demokratis.

Ini menimbulkan polemik karena peran dan fungsi parpol dalam mengedukasi rakyat tentang demokrasi dan politik menjadi tidak sejalan dengan cita cita mendidik yang sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun