Mohon tunggu...
Kebijakan

Desa dan Pembangunannya

8 November 2018   20:38 Diperbarui: 8 November 2018   20:38 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

            Dalam bayangan masyarakat pada umumnya, desa merupakan gambaran suatu tempat yang lingkungannya asri dan kaya akan sumber daya alam. Gambaran desa yang selama ini melekat di pikiran kebanyakan orang adalah tempat pemasok bahan-bahan kebutuhan kota, masyarakat desa yang gotong royong, masyarakat yang tidak mengikuti perkembangan trend,ketinggalan jaman, miskin, norak, dan tidak berpendidikan tinggi. Atau biasa kita dengar label 'ndeso' yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya desa untuk melabel orang-orang yang memiliki kriteria yang telah disebutkan. Begitulah cara pandang orang-orang terhadap desa, cenderung lebih terbelakang dibanding daerah perkotaan.

            Oleh sebab itu, pemerintah menggencarkan pembangunan desa untuk memajukan aspek-aspek desa yang 'tertinggal' atau dapat dikatakan untuk menghilangkan stigma desa yang seperti disebutkan di atas. Dalam menjalankan pembangunan desa ini, dapat dikatakan me-modern-kan desa. Dimana, kebiasaan-kebiasaan tradisional sudah tidak lagi diterapkan karena perubahan sosial yang terjadi di desa. Pada era yang lalu, rumah-rumah di desa biasanya memiliki dua pintu dan saling berjajar atau bersebelahan dengan rumah lainnya, pintu ini berguna agar si pemilik rumah dapat dengan mudah pergi ke rumah tetangganya. Kebiasaan ini dilakukan untuk membagikan makanan kepada para tetangga. Saat ini, rumah-rumah di desa termodifikasi dengan gambaran rumah-rumah di perkotaan sebagai acuannya.

            Apakah me-modern-kan desa merupakan hal yang baik atau buruk? Dalam UU Desa, desa memiliki harapan, inspirasi dan semangat perubahan. Misalnya terkait dengan dana desa, redistribusi asset negara bersumber APBN mampu menggerakan perubahan di Desa. Pembangunan Desa tumbuh menjadi kehebatan dan semangat baru dalam kehidupan Desa, pembangunan desa diarahkan pada proses modernisasi. Mengutip dari buku Panduan Desa, proses ini antara lain ditandai dengan pergeseran tumpuan ekonomi masyarakat, dari agrarispertanian ke industri.

Kalau berkaca pada teori pembangunan ekonomi WW. Rostow, menggambarkan lima tahap perubahan masyarakat melalui proses pembangunan, yaitu: 1) masyarakat tradisional (the traditional society); 2) prasyarat tinggal landas (the pre condition to take off ); 3) tinggal landas (the take off ); 4) menuju ke kedewasaan (the drive to maturity); 5) masa konsumsi tinggi (the age of high comsumtion). Pembangunan desa atau yang lebih cenderung modernisasi desa, menginginkan masyarakat yang jika dalam teori Rostow  tersebut yaitu dengan meninggalkan tahap masyarakat tradisional. Masyarakat tradisional, dalam pandangan Rostow adalah masyarakat yang produksinya masih terbatas karena menggunakan cara produksi yang primitif atau tradisional. Cara hidupnya juga yang kebanyakan dipengaruhi oleh hal-hal yang dianggap kurang rasional yang diwariskan secara turun temurun. Produktivitas masyarakatnya yang rendah dan hanya bertumpu pada pertanian sehingga mobilitas vertikalnya rendah.

            Berdasarkan hal tersebut, maka yang terjadi saat ini, aspek-aspek tradisional desa harus dihilangkan agar desa dapat mencapai pembangunan yang diharapkan. Mata pencaharian agraris bergeser ke industri, sikap masyarakat yang lebih 'kota' yaitu individualis dan terbuka. Berkembangnya teknologi telah merebak ke seluruh penjuru daerah yang membuat kehidupan manusia menjadi lebih instan. Pengaruh kemajuan teknologi terhadap perkembangan desa juga cukup signifikan. Alat-alat produksi tradisional digantikan dengan mesin-mesin canggih yang dapat bekerja lebih optimal, hal ini tentu menguntungkan bagi masyarakat desa dalam meningkatkan pendapatan ekonomi mereka. Selain itu, ada banyak program-program kretif dan inovatif yang dicanangkan para penguasa setempat untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa.

            Dengan begitu, modernisasi desa yang menggeser ketradisionalan masyarakat desa juga akan menggeser peran desa sebagai pemasok sumber daya alam atau kebutuhan -- kebutuhan dasar. Dalam hal ini, desa memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat desa-kota. Desa sebagai pemasok kebutuhan di kota dan kota sebagai konsumen produksi desa seharusnya dapat berjalan sejajar dengan simbiosis yang terjalin saling menguntungkan. Pembangunan desa tidak perlu meninggalkan aspek tradisional yang tidak menghambat perkembangan kehidupan masyarakatnya, justru aspek tersebut dapat dikembangkan agar bekerja lebih efektif dan optimal. Dengan begitu, masyarakat desa dapat berkembang maju sesuai bidangnya yaitu agraris yang dalam proses produksinya dibantu oleh teknologi modern.

            BPS menemukan bahwa disparitas kemiskinan antara masyarakat di perkotaan dan pedesaan masih tinggi. Pada Maret 2018, persentase penduduk miskin di kota ada sekitar 7,02%, sementara di pedesaan besarnya 13,20 %.  Dengan angka kemiskinan tersebut, desa ingin dijadikan sebagai tombak pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan, dalam otonomi daerah desa sendiri masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan para pejabat desa. Dengan keluarnya UU Desa No 6 Tahun 2014, otonomi desa diharapkan dapat berkembang lebih baik lagi. Seperti yang dipaparkan oleh Kementrian Keuangan di halaman website resminya, Undang-Undang Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakat dan lebih meningkatkan peran otonomi daerah di desa. Pemerintah Pusat telah mengupayakan pembangunan desa melalui penganggaran Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada Desa. Seperti pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp280 juta. Kemudian pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp628 juta dan di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp 60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp800 juta.

            Dengan anggaran yang diberikan, diharapkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan mendorong pembangunan desa yang sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat desa. Namun, dalam mengelolaannya anggaran desa kerap kali menimbulkan masalah. Dengan anggaran yang cukup besar, tidak sedikit kepala desa dan perangkat desa yang tergiur untuk menyelipkannya di kantong seragamnya. Dari sekitar 74.000 desa yang menerima dana anggaran desa, tahun ini terdapat sekitar 900 desa yang kepala desanya terlibat kasus penyelewengan dana desa.

            Beberapa contoh kasus ialah Kun Hidayat (KH), pegawai negeri sipil (PNS) yang menjabat sebagai kasi pemberdayaan masyarakat, di Kecamatan Kedundung, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, ditangkap tim saber pungli Polda Jatim. Kun diduga kuat telah melakukan pemotongan uang alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD) di wilayah Kecamatan Kedundung sebesar Rp 1,5 miliar. Selain itu, Kepala Desa Banjarsari, Kecamatan Jetis, Andi Mulyono, ditangkap atas dugaan kasus korupsi penyimpangan penyaluran dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) sebesar Rp 487 juta tahun anggaran 2015. Dan terdapat kasus penyelewengan dana desa dengan modus proyek yang sebenarnya tidak dikerjakan atau disebut proyek fiktif.

            Dengan kondisi yang sepeti ini, maka pembangunan desa akan menjadi sulit terlaksana. Untuk itu, diperlukan peningkatan kapasitas warga, komunitas-komunitas, serta perangkat desa, sehingga warga dapat mengetahui hak-hak nya dan akan sadar terhadap kondisi desanya dan perangkat desa dapat menjalankan kewajibannya dengan sebenar-benarnya. Dengan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban warga desa dan perangkat desa serta dengan menyeimbangkan masuknya aspek modern ke dalam ranah tradisional desa, maka pembangunan akan terdorong dan tidak terjadi pergeseran peran desa secara total.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun