Pertama: Paradigma ilmiah menekankan pencarian pengetahuan melalui langkah-langkah yang terstruktur, objektif, dan dapat diukur. Karakteristik utamanya terlihat pada penggunaan metode empiris, penerapan asas objektivitas, serta penalaran deduktif dan induktif. Hasil penelitian dalam kerangka ini dituntut untuk dapat diuji ulang, bersifat terukur, dan memiliki potensi generalisasi. Validitas serta reliabilitas instrumen penelitian menjadi syarat penting agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Dalam ranah manajemen pendidikan, paradigma ini tampak dalam praktik survei kepuasan siswa, evaluasi kinerja guru, hingga analisis kebijakan pendidikan. Meski demikian, keterbatasannya terletak pada kurangnya sensitivitas dalam menangkap dimensi nilai, makna, serta kompleksitas sosial yang melingkupi realitas pendidikan.
Kedua: Paradigma alamiah berpijak pada keyakinan bahwa realitas tidak tunggal, melainkan beragam, kontekstual, dan penuh makna. Pendekatan penelitian ini umumnya kualitatif, dengan penekanan pada pemahaman pengalaman manusia melalui keterlibatan langsung. Ciri utamanya antara lain: pandangan holistik terhadap realitas, interaksi intensif peneliti dengan partisipan, kesadaran bahwa penelitian sarat nilai, metode yang lebih bersifat induktif, serta fokus pada makna yang hidup dalam pengalaman manusia. Teknik pengumpulan data biasanya melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Dalam manajemen pendidikan, paradigma ini relevan untuk memahami kepemimpinan sekolah, budaya organisasi, maupun dinamika relasi guru dan siswa di ruang-ruang pembelajaran.
Ketiga: Perbedaan antara paradigma ilmiah dan alamiah tampak pada tiga dimensi utama: ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dari segi ontologi, paradigma ilmiah memandang realitas sebagai sesuatu yang tunggal dan objektif; sedangkan paradigma alamiah menganggap realitas sebagai sesuatu yang jamak dan senantiasa berubah. Dari segi epistemologi, paradigma ilmiah menuntut adanya jarak antara peneliti dan objek penelitian, sedangkan paradigma alamiah justru menekankan keterlibatan dan kedekatan peneliti dengan subjeknya. Dari sisi metodologi, paradigma ilmiah banyak menggunakan survei, eksperimen, dan analisis statistik, sementara paradigma alamiah mengandalkan wawancara, observasi, serta analisis naratif.
Keempat: Pemilihan paradigma pada akhirnya akan menentukan rancangan penelitian. Paradigma ilmiah tepat digunakan untuk menguji hipotesis dan menjelaskan hubungan antarvariabel, sementara paradigma alamiah lebih sesuai untuk menggali makna, pengalaman, dan konteks sosial. Keduanya sesungguhnya tidak perlu dipertentangkan, karena dapat saling melengkapi. Integrasi keduanya dalam bentuk mixed methods justru memberi peluang lahirnya penelitian yang lebih utuh, mendalam, dan menyeluruh dalam memahami realitas pendidikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI