Mohon tunggu...
Siddy AF
Siddy AF Mohon Tunggu... Lainnya - Staff di Direktorat Jenderal Pajak

Mahasiswa Tugas Belajar DIV Akuntansi Sektor Publik di Kampus Politeknik Keuangan Negara STAN

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Rendahnya Tax Ratio Indonesia Akibat Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Belum Optimal

5 Mei 2024   22:25 Diperbarui: 6 Mei 2024   12:22 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash.com/KellySikkema

Selanjutnya terkait dominasi sektor informal dalam perekonomian di Indonesia serta tingkat pendapatan masyarakat yang mayoritas berada di bawah level PTKP. Berdasarkan data dari OECD di tahun 2022, nilai shadow economy Indonesia sebesar Rp 4000 Triliun atau 20% dari PDB setahun. Terminologi shadow economy didefinisikan sebagai semua aktivitas ekonomi yang beroperasi diluar sistem perpajakan. Selain itu, tingkat kepatuhan pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi di tahun 2022 juga masih sebesar 83,2 persen. Masalah utama yang menjadi penyebab yakni kurangnya data yang tersedia pada sektor informal serta aktivitas shadow economy yang bergerak dibawah landasan perpajakan yang ada.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengotimalisasi penerimaan perpajakan tahun 2024 adalah Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan/PSIAP (Core Tax Administration System). Strategi PSIAP yang dianggarkan oleh pemerintah setiap tahun sejak 2018 masih belum mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap tax ratio, serta belum berhasil direalisasikan hingga tulisan ini dibuat. Maka dari itu diperlukan berbagai terobosan baru dari Pemerintah.

Berbagai upaya lainnya dapat dilaksanakan guna meningkatkan tax ratio dengan mengoptimalkan penerimaan PPh dari Orang Pribadi dari sektor informal dan aktivitas shadow economy. Pertama, pemberian insentif tertentu kepada Wajib Pajak yang naik kelas ke mekanisme pajak reguler. Hal ini untuk mendukung Wajib Pajak tidak selalu berlindung dengan fasilitas simplifikasi yang diberikan, namun mendorong agar Wajib Pajak mau meningkatkan penghasilannya dan akhirnya beralih ke pajak reguler. Kedua, Pelaksanaan Data Matching, dimana salah satu hambatan terbesar ialah terkait belum lengkap dan terintegrasinya data Wajib Pajak yang berasal dari berbagai instansi pendukung, DJP perlu memperkuat kerjasama antar instansi terkait. Satu Data Indonesia dapat menjadi solusi jika diterapkan dengan sesuai. Ketiga, Penggencaran edukasi bagi Wajib Pajak UMKM. Edukasi dan sosialisasi harus diformulasikan dengan sebaik mungkin agar tepat sasaran. Terakhir Dibuat suatu aturan tertentu yang dapat menjadi payung hukum untuk menyasar hard-to-tax lainnya, dan jangan sampai bentrok dengan aturan lainnya.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun