Mohon tunggu...
Yai Baelah
Yai Baelah Mohon Tunggu... Pengacara - (Advokat Sibawaihi)

Sang Pendosa berkata; "Saat terbaik dalam hidup ini bukanlah ketika kita berhasil hidup dengan baik, tapi saat terbaik adalah ketika kita berhasil mati dengan baik"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara Kaidah dan Akidah

25 Februari 2019   09:53 Diperbarui: 25 Februari 2019   22:09 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Yai Baelah

ANTARA KAIDAH DAN AKIDAH

Sebagaimana sudah dipahami, bahwa hukum memuat norma/kaidah yang mengandung nilai-nilai. Nilai-nilai dalam konteks ini maksudnya adalah hal-hal berharga yang dijadikan pedoman, patokan, tolok ukur atau acuan, yang dianggap baik dan berguna bagi kebaikan hidup. Dengan demikian norma atau kaidah hukum itu sesungguhnya merupakan penjabaran dari suatu nilai. 

Di sinilah kaitannya nilai-nilai dengan kaidah (hukum) itu.
Nilai-nilai yang pada hakikatnya berperan sebagai jiwa dari suatu kaidah itu sesungguhnya bersumber dari berbagai konsep/gagasan/ide dasar atau diistilahkan sebagai ideologi.

Menyinggung soal ideologi, ada banyak ideologi yang menjadi pegangan dan melandasi sikap hidup manusia. Di antaranya adalah ideologi Ketuhanan. Artinya, segala sesuatunya didasarkan kepada nilai-nilai Ketuhanan (berpedoman atau mengacu kepada nilai-nilai yang telah dipatok oleh Tuhan).

Berlawanan dengan ini, misalnya pada ideologi komunis, bahkan juga ideologi kapitalis, sosialis dan liberal.  Ideologi-ideologi ini boleh dikata berlawanan dengan ideologi Ketuhanan karena segala sesuatunya yang dipandang baik itu semata-mata bersumber dari pemikiran manusia yang bebas dengan mengabaikan gagasan yang telah dikemukakan Tuhan. 

Jadi, mereka (komunisme, kapitalisme dan ideologi 'non ketuhanan' lainnya yang sejenis) dalam menetapkan norma-norma atau kaidah, tak peduli bahkan berlawanan sekalipun dengan 'kebijakan dan kebajikan' Tuhan tidaklah mengapa (bagi mereka).  

Dus, yang demikian ini tentu saja konsekuensinya dapat "di-cap" sebagai pengingkaran terhadap Tuhan. Boleh jadi, pemberian label seperti itu adalah pandangan subjektif semata dari sisi ideologi Ketuhanan sendiri terhadap ideologi di luarnya.

Persoalannya, terlepas dari pertentangan 2 kubu ideologi tersebut (Ketuhanan vs 'non ketuhanan'), bahwa dalam tatanan yang mengacu kepada ideologi Ketuhanan sendiri terdapat doktrin atau premis bahwa bagi mereka yang dengan sengaja mengabaikan nilai-nilai Ketuhanan, yang tidak menginginkan kaidah-kaidah (hukum) yang bernilai Ketuhanan diterapkan, maka tentu saja akidahnya (keimanannya) patut dipertanyakan. Karena pada prinsipnya untuk memenuhi kriteria berimannya seseorang kepada Tuhannya adalah diukur dari sejauh mana kepatuhan/ketaatannya (kepada Tuhan dan utusan Tuhan) dengan tanpa ada keinginan untuk menyanggahnya sedikitpun. Prinsip dasar yang demikian ini dipetik dari konsep "sami'na wa atho'na" sebagaimana yang telah digariskan oleh Tuhan dalam kitab hukumnya, Al Quran.

*Catatan: bagian tengah dari sebuah pemikiran dari banyak rangkaian tulisan#yaibaelah

https://www.kompasiana.com/sibawaihi/5c5df6de677ffb7e0f3ef152/arti-hidup-dan-kehidupan 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun