Kita yang lahir dan besar di era 90-an pasti pernah merasakan: kaset pita di-walkman, nunggu kartun Minggu pagi, main sepeda sore-sore, main gundu di halaman, atau nongkrong di warnet buat chatting Yahoo Messenger. Semua terasa menyenangkan, bahkan seperti tak akan berubah.
Tapi lihat sekarang: semua itu tinggal kenangan. Spotify menggantikan walkman, warnet tutup, kartun pindah ke YouTube. Perubahan itu nyata dan dekat dengan kita.
Di sebuah kafe retro yang memutar lagu-lagu tahun 90-an, Budi curhat ke Tika.
> Budi: "Tik, aku capek banget. Baru kemarin semangat banget kerja dan ketemu teman lama, sekarang rasanya kosong. Mood anjlok. Apa aku yang salah?"
Tika tersenyum sambil mengaduk kopi tubruk.
> Tika: "Aku juga pernah ngerasain itu. Dulu aku tiap hari ngejar ini itu: kerja lembur, ikut komunitas sana-sini, kumpul sama teman. Dari luar kayak produktif, padahal di dalamnya capek, gampang marah. Rasanya kayak kaset kepenuhan rekaman. Sampai suatu hari aku berhenti sebentar."
Tika cerita lebih detail. Ia mulai sadar semua yang ia jalani itu nggak tetap:
-- Contoh sehari-hari 1 (ketidak-kekalan):
Dulu setiap pagi ia harus dengerin kaset favorit sebelum berangkat kerja. Lama-lama kasetnya kusut. Rasanya kesal, tapi dari situ ia belajar: apa pun bisa rusak dan berubah. Jadi sekarang ia nggak panik lagi kalau sesuatu berubah.
-- Contoh sehari-hari 2 (ketidakpuasan):
Tika pernah bela-belain beli ponsel seri terbaru hasil nabung berbulan-bulan. Awalnya senang banget, tiap hari diutak-atik. Dua bulan kemudian... ya biasa saja. "Oh ternyata senangnya nggak lama," katanya. Sejak itu ia lebih santai menanggapi barang baru.