Mohon tunggu...
Siauw Tiong Djin
Siauw Tiong Djin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pemerhati Politik Indonesia

Siauw Tiong Djin adalah pemerhati politik Indonesia. Ia bermukim di Melbourne, Australia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arief Budiman, Sang Pejuang dan Akademisi

3 Juni 2018   10:28 Diperbarui: 3 Juni 2018   11:57 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image result for arief budiman

Ia meminta maaf atas tanggapannya yang dingin terhadap permintaan saya yang saya tuangkan dalam surat pada 1987. Ia menyatakan bahwa ia menganggap ajakan saya itu berupa dorongan untuk mendirikan sebuah organisasi yang membela kepentingan para pedagang Tionghoa kelas kakap yang berada di sekitar Soeharto.  Ia menyatakan bahwa asumsi itu jelas salah.

Salah satu topik pembicaraan kami adalah pertikaian antara asimilasi dan integrasi. Pembicaraan berjam-jam ini sangat menggembirakan saya, karena ternyata Arief, seperti yang ia katakan dalam tulisan Siauw Giok Tjhan yang saya tidak kenal, dengan jujur menyatakan bahwa ia bersalah mendukung paham asimilasi di zaman Demokrasi Terpimpin. Ia dengan tegas menyatakan bahwa ia bukan saja menerima paham integrasi tetapi bertekad untuk mendorong semua yang ia bisa pengaruhi  untuk mendukung paham ini. 

"Janji" ini ditepatinya. Dalam berbagai ceramah, terutama setelah peristiwa Mei 1998, ia kerap mencanangkan betapa pentingnya Indonesia merangkul pluralisme atau multi-kulturalisme. Perbedaan itu, menurutnya adalah sesuatu yang indah.

Demokrasi Terpimpin di mana Soekarno menjadi pemimpin besar yang memiliki kekuasaan absolut, bagi Arief, merupakan pembunuhan demokrasi dalam arti sesungguhnya.  Oleh karenanya ia keras menentangnya.  Inilah yang menyebabkannya  mendukung pembentukan Orde Baru pada awal 1966.  Tidak disangkanya bahwa rezim yang didukungnya ini malah melakukan penghancuran demokrasi dan penginjakan HAM luar biasa.  Oleh karena itu, ia-pun keras menentangnya.

Yang menarik, rezim-rezim pengganti Soeharto pun tidak luput dari kritikan-kritikan tajamnya.  Ia pernah mengkritik sikap Gusdur yang kurang profesional sebagai presiden. Dan ia menyindir Megawati bersikap seperti seorang ratu sehingga menimbulkan antipati di antara para pendukungnya.  

Sebagai seorang pejuang, ia tidak segan mengecam tokoh-tokoh politik yang menurutnya korup dan tidak merakyat, walaupun mereka merupakan  kawan-kawan pribadinya.  Tetapi ia tidak pula segan dengan jujur memuji tokoh-tokoh yang memiliki sikap dan pandangan yang ia anggap baik untuk Indonesia, walaupun yang ia puji itu bertentangan pendapat dengannya.  

Misi perjuangannya adalah membangun Indonesia yang pluralistik, adil dan demokratik.  Di sinilah kita bisa menilai kualitas Arief sebagai seorang pejuang.  Ia tetap konsisten dengan misi ini. Siapa-pun yang menghambat misi perjuangan ini akan ia labrak.

Yang unik, Arief bukan sekedar pejuang yang gagah berani berada di barisan depan gerakan mencapai perbaikan. Ia mahir menuangkan pikiran-pikiran membangun secara akademik. Dan pemikiran secara ilmiah yang mudah untuk diikuti inilah, dalam berbagai periode perjuangan mencapai sebuah perbaikan, lebih dibutuhkan ketimbang sekedar yel-yel dan seruan dalam berbagai acara demonstrasi.

Tetapi begitu ada kesempatan untuk berdemonstrasi di jalan, ia tidak segan turun ke lapangan.  Saya ingat ketika pada waktu kami bersamaan  berada di Jakarta pada bulan November 1998 dan berjanjian untuk kembali ke Melbourne bersama pada 13 November,  di waktu mana terjadi Peristiwa Semanggi. Saya diberitahu teman ketika rapat untuk segera berangkat ke Bandara sebelum pukul 3 sore.  Anjuran teman tersebut saya ikuti.  Saya coba mencari Arief, untuk mengajaknya pulang berangkat barengan ke bandara.  Tapi saya tidak berhasil menghubunginya. Setiba di Melbourne saya tahu bahwa Arief bukannya ke bandara tetapi memilih terjun berdemonstrasi di depan kampus Universitas Atmajaya.

Selama 10 tahun belakangan ini,  karena faktor kesehatan, Arief "menghilang" dari dunia perdebatan politik ilmiah tentang Indonesia.  Akan tetapi orang akan selalu ingat atas jasa-jasa Arief Budiman dari kehadirannya di Indonesia sebagai seorang pejuang yang sekaligus akademisi, dalam perjuangan mewujudkan Indonesia yang pluralistik, adil dan demokratik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun